Senin, 25 Februari 2008

Hukum Kamma

XIII. HUKUM KAMMA

1. Pengertian kamma
A. Umum :
Perbuatan (semua jenis perbuatan), dan juga hasil perbuatan.
B. Buddha Dhamma:
1) Perbuatan yang disertai kehendak, jika tanpa kehendak maka bukan merupakan kamma.
2) Dalam Anguttara Nikaya III, 415 Sang Buddha bersabda:”Cetanaham bhikkhave kam-mam vadami” yang artinya “O, para bhikkhu, kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Aku namakan kamma”.
3) Hasil kamma disebut kamma vipaka.
2. Jenis-jenis kamma
A. Kamma baik (kusala kamma) – menghasilkan kusala vipaka kamma.
B. Kamma buruk (akusala kamma) – menghasilkan akusala vipaka kamma.
3. Saluran terjadinya kamma kusala akusala
A. Melalui pikiran (mano kamma) ……. ………
B. Melalui ucapan (vaci kamma) ……. ………
C. Melalui jasmani (kaya kamma) ……. ………
4. Perenungan terhadap hukum kamma
A. Merupakan salah satu dari hukum tertib semesta
Sekalipun Dhamma mengajarkan bahwa kamma adalah sebab utama dari adanya berbagai macam keadaan di dunia ini, namun ini bukanlah fatalisme (menyerah pada keadaan dan ber-putus asa atau menyerah pada satu nasib tertentu yang sudah digariskan untuk seseorang atau makhluk).
Hukum kamma hanya merupakan satu dari duapuluh-empat sebab atau salah satu dari lima niyama (hukum tertib) yang bekerja di alam semesta ini dan yang masing-masing merupakan hukum-hukum tersendiri.
B. Bukan ajaran tentang pasrah pada nasib
Kamma bukanlah suatu ajaran yang membuat manusia lekas putus asa, juga bukan ajaran tentang adanya nasib yang sudah ditakdirkan. Memang, segala sesuatu yang telah lampau mempengaruhi keadaan sekarang atau pada saat ini, akan tetapi hal itu tidak menentukan se-luruhnya karena kamma meliputi hal-hal yang telah lampau dan keadaan pada saat ini; dan yang telah lampau tersebut bersama-sama dengan hal-hal yang terjadi pada saat sekarang, mempengaruhi pula hal-hal yang akan datang.
Apa yang telah lampau sebenarnya merupakan dasar tempat hidup sekarang berlangsung dari satu saat ke saat lain, dan apa yang akan datang masih akan dijalankan. Oleh karena itu, saat sekarang, saat yang nyata dan berada di tangan kita sendiri ini harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya guna membuat kondisi yang baik yang membahagiakan kita.
C. Merupakan hukum sebab dan akibat moral
Semua perbuatan pada umumnya menimbulkan akibat dan akibat ini merupakan pula sebab lain yang menghasilkan akibat yang lain, dan begitu seterusnya sehingga kamma sering juga disebut sebagai hukum sebab dan akibat.
Oleh sebab itu, kita harus berhati-hati sekali dengan perbuatan kita supaya akibatnya senanti-asa akan bersifat baik. Kita hendaknya selalu berbuat baik, selalu bermaksud menolong makhluk-makhluk lain, membuat makhluk-makhluk lain berbahagia, sehingga perbuatan ini akan membawa satu kamma vipaka (akibat kamma) yang baik dan memberi kekuatan kepada kita untuk melakukan kamma yang lebih baik pula.
D. Sesuai dengan benih yang ditabur, begitulah hasil yang akan dipetik
Semua akibat perbuatan kita akan kembali kepada kita seperti halnya dengan gelombang di kolam yang kembali ke tempat batu itu jatuh. Selama kita berbuat dengan maksud buruk, maka gelombang akibat yang buruk pula yang akan senantiasa mengganggu kita. Sebaliknya, bilamana kita berbuat baik, maka gelombang akibat yang baik pula yang akan menunggu kita. Sebagaimana orang yang menanam biji mangga pasti akan menghasilkan pohon mang-ga kelak; begitu pula orang yang menanam bibit padi pasti akan menghasilkan padi pada waktu yang akan datang. Dalam Samyutta Nikaya I, 227 Sang Buddha bersabda sebagai berikut:
“Sesuai dengan benih yang telah ditabur,
begitulah buah yang akan dipetiknya.
Pembuat kebaikan akan mendapat kebaikan,
pembuat kejahatan akan memetik kejahatan pula.
Taburlah biji-biji benih, dan
engkau pulalah yang akan merasakan buah-buah daripadanya”.
Jadi, segala sesuatu yang datang pada kita, yang menimpa diri kita, sesungguhnya benar ada-nya. Bilamana kita mengalami sesuatu yang membahagiakan, yakinlah bahwa kamma yang telah kita perbuat adalah benar. Sebaliknya, bila ada sesuatu menimpa diri kita yang membu-at diri kita tidak senang, kamma vipaka itu menunjukkan bahwa kita telah berbuat sesuatu kesalahan. Janganlah sekali-kali dilupakan bahwa kamma vipaka itu senantiasa benar. Ia ti-dak mencintai maupun membenci, pun tidak marah dan juga tidak memihak. Ia adalah sema-ta-mata hukum sebab akibat. Kamma tidak mengenal siapa kita.
Di dunia ini kita dapat melihat adanya berbagai macam tingkatan dan keadaan manusia. Apa-kah yang menyebabkan timbulnya berbagai macam keadaan itu? Seorang Buddhis tidak da-pat menerima bahwa keadaan yang beraneka macam tersebut adalah hasil dari sesuatu yang kebetulan saja. Begitu pula seorang Buddhis tidak dapat percaya bahwa perbuatan-perbuatan tersebut disebabkan oleh perbuatan satu ‘kekuatan luar’. Menurut agama Buddha, kepincang-an-kepincangan, keganjilan-keganjilan, yang terdapat di dunia ini memang mempunyai sebab atau keadaan perantara yang menimbulkan berbagai macam keadaan itu, meskipun sebagian juga ditimbulkan oleh rangkaian sebab-sebab yang tidak hanya terjadi pada saat itu saja tapi juga pada waktu-waktu yang telah lampau. Memang, sebenarnya manusia itu bertanggung ja-wab atas kebahagiaannya maupun kekecewaannya sendiri. Ia membuat sorga atau nerakanya sendiri. Ia adalah majikan di hari kemudian, pewaris kelakuannya yang telah lalu maupun ke-lakuannya pada saat ini.
E. Kebebasan kehendak
Segala sesuatu terjadi karena ada sebab-sebab yang mengkondisikan. Jika kita memperhati-kan benar-benar hukum kamma, maka dapatlah ditarik kesimpulan bahwa kamma itu bukan-lah suatu penentuan nasib yang tidak dapat lagi diubah sama sekali. Begitu pula manusia ti-daklah senantiasa mesti memetik buah perbuatannya setimpal dengan apa yang diperbuatnya semula, dan tidak semua kamma harus pasti berbuah dalam ukuran yang sama dan tidak ber-ubah, seimbang dengan perbuatannya yang pertama, sekalipun memang ada jenis perbuatan yang demikian itu.
Jikalau misalnya seseorang melepaskan peluru dari sebuah bedil, peluru itu memang tidak dapat ditarik kembali lagi atau amatlah sukar untuk membelokkan arah perjalanannya. Akan tetapi, bilamana misalnya bukan peluru yang dipakai, tetapi sebuah bola gading (dalam per-mainan bola sodok), maka kita dapat menyusulkan dengan bola lainnya ke arah bola yang pertama meluncur sehingga bola lainnya ini dapat mengubah arah gerakan bola pertama tadi. Bahkan, gerakan bola lain dari arah yang berlawanan kadang-kadang dapat menghentikan gerakan bola pertama tadi. Demikian pula bekerjanya hukum kamma dalam penghidupan se-orang manusia pada umumnya. Sekarang kita dapat melihat dengan jelas bahwa perbuatan seseorang pada saat tertentu dapat pula mempengaruhi, meringankan akibat dari perbuatan-nya yang telah lalu. Sebab, andaikata tidak demikian halnya, maka mustahillah orang dapat terlepas sama sekali dari akibat kamma untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, manusia ma-sih memiliki kebebasan kehendak, sekalipun sedikit banyak hal ini sangat dipengaruhi oleh berat atau ringannya buah-buah kamma yang harus diterima.
Memang, tiap saat manusia itu pada hakekatnya senantiasa diberi kesempatan untuk menga-tur dan memperbaiki hidupnya. Bahkan, orang yang telah rusak moralnya pun, kalau ia de-ngan tekad yang teguh dan kuat berusaha untuk memperbaiki dirinya sendiri, mungkin ia da-pat mengubah dirinya menjadi orang suci. Tiap detik, tiap saat, manusia mempunyai kesem-patan untuk menjadi jahat atau menjadi baik.
Akan tetapi, karena segala sesuatu di alam semesta ini, termasuk juga manusia, terjadi karena adanya syarat-syarat atau sebab-sebab tertentu dan tiada sesuatu pun dapat terjadi tanpa hal-hal di atas, maka kehendak manusia pun pada umumnya tidak sama sekali bebas dari buah-buah kamma yang kuat yang sering seolah-olah menentukan kehendak manusia. Sesuai de-ngan falsafah Buddhis, segala sesuatu timbul, bergerak, dan padam sesuai dengan hukum-hu-kum yang bersangkutan dan karena syarat-syarat serta sebab-sebab tertentu.
5. Kamma menurut jangka waktu berbuahnya
A. Yang masak dalam jangka waktu satu kehidupan (ditthadhamma-vedaniya kamma).
B. Yang masak dalam jangka waktu kehidupan berikutnya (upajja-vedaniya kamma).
C. Yang masak dalam beberapa kali kehidupan berturut-turut (aparapara-vedaniya kamma).
D. Yang tidak menimbulkan akibat sama sekali (ahosi kamma).
6. Kamma menurut sifat bekerjanya
A. Janaka kamma
Hukum yang menyebabkan timbulnya syarat untuk terlahirnya kembali suatu makhluk di da-lam alam-alam kehidupan.
B. Upatthambhaka kamma
Hukum yang mendorong terpeliharanya suatu akibat dari sebab (kamma) yang telah timbul.
C. Upapilaka kamma
Hukum kekuatan yang menekan, pula mengolah, menyelaraskan suatu akibat dari suatu sebab.
D. Upaghataka kamma
Kamma yang meniadakan kekuatan dan akibat dari suatu sebab (kamma) yang telah terjadi dan sebaliknya menyuburkan berkembangnya kamma baru.
7. Kamma menurut bobot/kualitas/sifat dari akibatnya
A. Garuka kamma
Kamma yang bermutu dan berat. Akibatnya dapat timbul dalam waktu satu kehidupan ini atau kehidupan berikutnya.
Kusala garuka kamma – tingkatan dalam samadhi yang disebut Jhana.
Akusala garuka kamma – lima perbuatan durhaka (Pabca-anantarika kamma).
B. Asanna kamma
Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang sebelum saat ajalnya dengan lahir dan batin.
C. Acinna atau Bahula kamma
Perbuatan-perbuatan yang merupakan kebiasaan bagi seseorang karena seringnya dilakukan sehingga merupakan watak baru.
D. Katatta kamma
Kamma dari perbuatan-perbuatan yang tidak begitu berat dirasakan akibatnya.
8. Kamma menurut sifat kedudukannya
A. Kamma buruk (tidak bermoral)
* Berbuah di alam yang penuh penderitaan/menyedihkan.
* Berakar pada Lobha, Dosa, dan Moha.
* Tergolong dalam 10 jenis.
B. Kamma baik yang berakibat hanya sampai pada alam-alam yang penuh dengan kesenangan indera
* Ada 10 jenis.
C. Kamma baik yang berakibat pada alam-alam Brahma bermateri (masih mempunyai bentuk)
* Hanya dapat dicapai melalui latihan meditasi.
* Ada 5 tingkat yang semata-mata bersifat mental.
D. Kamma baik yang berakibat pada alam-alam Brahma tidak bermateri (tidak mempunyai ben-tuk)
* Hanya dapat dicapai melalui latihan meditasi dengan obyek ‘tanpa bentuk’.
* Ada 4 tingkat yang semata-mata bersifat mental.
9. Manfaat yang diperoleh dari memahami hukum kamma
A. Kesabaran
Kita mengerti bahwa hukum kamma adalah pelindung kita bila kita bisa hidup selaras de-ngan hukum tersebut. Jadi, tidak ada sesuatu yang dapat menimpa, merugikan, atau mencela-kakan kita bila kita hidup selaras dengan hukum itu. Hukum kamma akan memberikan ber-kah dan kebahagiaan pada waktu yang tepat. Di dalam kebahagiaan, kita berterimakasih atas kenikmatan hasil kita sendiri dan ketika kita menderita, kita mengerti dan mengetahui bahwa kita sedang ‘menebus hutang’. Kita dapat belajar sabar, tidak lekas marah, dan kita tahu bah-wa tidak ada gunanya untuk berlaku kurang sabar, terburu nafsu, ataupun gelisah. Kita bela-jar untuk bersikap bijaksana dan senantiasa menambah perbuatan-perbuatan baik. Kesabaran membawa pada ketenangan, kebahagiaan, dan keamanan/kedamaian.
B. Keyakinan
Hukum kamma adalah adil, bagus, dan benar, tidak meragukan bagi orang yang bijaksana dan yang mengerti. Keraguan dan kegelisahan adalah tanda adanya kurang pengertian dan keyakinan terhadap kebenaran hukum ini. Kita pasti akan aman terlindung di bawah sayap-sayap hukum ini dan tidak ada sesuatupun di alam semesta ini yang perlu kita takuti kecuali perbuatan kita sendiri yang tidak baik. Hukum kamma membuat orang berdiri di atas kaki-nya sendiri dan meneguhkan keyakinannya akan kemampuan diri sendiri.
Keyakinan ini berakibat menguatkan, memperdalam ketenangan dan kebahagiaan kita; mem-buat kita tentram dan berani ke mana pun kita pergi karena kita tahu bahwa hukum kamma adalah pelindung kita.
C. Kepercayaan pada diri sendiri
Jikalau pada waktu-waktu yang lampau telah mengkondisikan/membuat diri kita menjadi se-perti yang sekarang ini, maka apa yang kita perbuat sekarang ini (bersama-sama dengan yang lampau juga) akan menentukan pula keadaan kita pada waktu yang akan datang.
Pengertian tentang hal ini, dan bahwa kebahagiaan dalam waktu yang akan datang adalah ti-dak terbatas, akan mempertebal kepercayaan pada diri kita sendiri sehingga tidak lagi akan menggantungkan nasib kita pada pertolongan dari luar yang pada hakekatnya memang bukan pertolongan. Jadi, kesucian maupun kekotoran batin sebenarnya terletak pada kemampuan kita sendiri. Sang Buddha pernah bersabda:”Tiada seorangpun dapat membersihkan/menyu-cikan orang lain”.
D. Pengendalian diri
Pengertian bahwa perbuatan jahat akan kembali menimpa kita sebagai malapetaka menyebab kan kita menjadi sangat berhati-hati sekali dalam melakukan perbuatan-perbuatan, baik mela lui jasmani, ucapan, dan pikiran supaya kita tidak berbuat sesuatu yang merugikan diri sendi-ri dan pihak lain. Keyakinan terhadap hukum kamma akan membuat kita mampu mengenda-likan diri kita sendiri terutama dalam niat untuk tidak berbuat jahat, baik demi kepentingan diri kita sendiri maupun makhluk-makhluk lain.
E. Kemampuan
Kalau kehidupan kita sehari-hari sudah diselaraskan dengan hukum kamma, maka kita akan memperoleh kemampuan untuk tidak hanya menentukan nasib kita sendiri di kemudian hari, tetapi juga untuk menolong makhluk-makhluk lain dengan lebih bermanfaat.
Pelaksanaan kamma yang berkembang baik sekali akan menghilangkan rintangan-rintangan dan kejahatan-kejahatan untuk kemudian menghancurkan belenggu-belenggu yang mengha-lang-halangi kita untuk dapat menyelami Kebenaran Mutlak, Nibbana.
____________________

Tidak ada komentar: