Kamis, 28 Februari 2008

Ajaran Buddha dan Modernisasi

AJARAN SANG BUDDHA DAN KEADAAN DUNIA DEWASA INI

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammäsambuddhassa (3x).
KODHÄBHIBHÌTO PURISO DHANAJÄNAÇ NIGACCHATI.
Barang siapa yang pemarah, dapat mengakibatkan berkurangnya kesejahteraan.
Aéguttaranikäya Sattakanipäta.

Sdr/i seDhamma yang berbahagia, setelah membaca Paritta dan bermeditasi, marilah kita sekarang mengadakan perenungan dan pembahasan Dhamma, yang pada hari ini berju-dul ‘Ajaran Sang Buddha dan Keadaan Dunia Dewasa Ini’. Sekali lagi, judul prenungan dan pembahasan kita pada hari ini yaitu ‘Ajaran Sang Buddha dan Keadaan Dunia Dewasa Ini’. Dan sekarang, marilah kita mulai saja merenungkan bagaimana ajaran Sang Buddha ini da-lam kaitannya dengan keadaan dunia dewasa ini. Apakah ajaran Sang Buddha tersebut ber-tentangan dengan keadaan dunia dewasa ini ataukah ajaran Sang Buddha masih bisa mene-rima keadaan dunia dewasa ini.
Sdr/i yang berbahagia, seperti sudah kita ketahui, bahwa biarpun Buddha Dhamma menganjurkan adanya kemajuan materiil, tetapi juga selalu menekankan pentingnya perkem bangan watak, moral, dan spiritual untuk menghasilkan suatu masyarakat yang bahagia, aman, dan sejahtera. Sdr/i seDhamma, Sang Buddha juga mempunyai pengertian mendalam tentang politik, perang, dan damai. Sudah terlalu terkenal bahwa Sang Buddha selalu mem-bela dan mengkhotbahkan cara-cara tanpa kekerasan dan perdamaian sebagai ajaran univer-sal dan tidak dapat dibenarkan dengan dalil apapun juga penggunaan kekerasan dan peng-hancuran penghidupan. Menurut agama Buddha, tidaklah ada apa yang dinamakan peperang an yang adil, yang sebenarnya hanya merupakan istilah palsu dan disebarluaskan untuk membenarkan dilancarkannya kebencian, kekejaman, kekerasan, dan penyembelihan.
Sdr/i, sebenarnya siapa sih yang menentukan apakah suatu peperangan itu adil atau tidak adil? Biasanya, yang kuat dan yang menang ialah yang benar dan adil, sedangkan yang lemah dan kalah adalah yang tidak benar dan tidak adil. Peperangan, dilaihat dari pi-hak sini selalu benar dan peperangan dilihat dari pihak sana selalu tidak benar. Nah, agama Buddha dengan tegas menolak penafsiran-penafsiran ini.
Sdr/i sekalian yang berbahagia, Sang Buddha, ternyata bukan hanya mengajarkan tentang tanpa kekerasan dan perdamaian saja, tetapi pada suatu ketika Beliau sendiri pergi ke medan perang dan menjadi orang penengah untuk menghindari terjadinya peperangan antara suku Sakya dan suku Koliya, yang sudah bersiap-siap dan saling berhadapan untuk melakukan peperangan perihal air sungai Rohini. Juga pada kesempatan lain, nasihat Sang Buddha telah dapat membatalkan niat dari Raja Ajätassatu untuk menyerbu wilayah keraja-an Vajji.
Sdr/i seDhamma sekalian, dunia dewasa ini senantiasa hidup dalam ketakutan, pera-saan curiga mencurigai, dan ketegangan. Ilmu pengetahuan menciptakan senjata-senjata ampuh yang mempunyai kemampuan menghancurkan maha dahsyat. Dengan menonjol-nonjolkan senjata maut tersebut, negara-negara besar saling menakut-nakuti dan menantang satu sama lain dan dengan tidak malu-malu menggembar-gemborkan bahwa yang satu dapat lebih banyak melakukan penghancuran dan malapetaka dari yang lain. Mereka sudah berja-lan sedemikian jauh dalam hal itu, sehingga satu langkah lagi ke depan, bukan saja mereka saling memusnahkan, melainkan seluruh dunia akan menghadapi kehancuran total dari kehi dupan. Jadi, manusia yang sekarang ini, berada dalam ketakutan oleh keadaan yang mereka ciptakan sendiri dan akhirnya dengan sekuat tenaga berusaha untuk mencari jalan keluar dan pemecahan dari persoalan ini.
Tetapi Sdr/i sekalian, ternyata selama ini belum terdapat jalan keluar atau pemecah-an masalah kekerasan tersebut, kecualli atas dasar yang Sang Buddha telah ajarkan, yaitu tentang ‘tanpa kekerasan dan perdamaian’, cinta kasih dan belas kasihan, toleransi dan pe-ngertian, kebenaran dan kebijaksanaan, penghormatan dan sayang terhadap segala sesuatu yang hidup; bebas dari perasaan mementingkan diri sendiri, kebencian, dan kekerasan. Sang Buddha pernah bersabda:”Tidak pernah kebencian dapat dihilangkan dengan membalas membenci; tetapi kebencian akan hilang dengan cinta kasih. Ini merupakan Kebenaran Aba-di” (Dhammapada 5 atau Majjhimanikäya 128). Orang dapat menaklukkan kemarahan de-ngan cinta kasih, menaklukkan kejahatan dengan kebaikan, dan menaklukkan mementing-kan diri sendiri dengan suka menolong orang, serta menaklukkan kepalsuan dengan kebe-naran.
Sdr/i sekalian, tidak mungkin akan ada perdamaian dan kebahagiaan, selama negara-negara besar atau para penguasa masih saja haus akan kemenangan dan ingin menguasai ne-gara atau pihak lain. Sang Buddha pernah bersabda:”Yang menang akan mendapat kebenci-an dan yang kalah akan jatuh dalam kemelaratan. Ia yang menolak kemenangan dan keka-lahan adalah bahagia dan penuh perdamaian. Satu-satunya kemenangan yang dapat memba-wa perdamaian adalah kemenangan atas nafsu-nafsu sendiri. Orang dapat saja menaklukkan berjuta-juta orang dalam peperangan, namun orang yang telah dapat menaklukkan nafsu-naf-sunya sendiri adalah yang paling mulia”.
Sdr/i sekalian, mungkin anda akan mengatakan bahwa pernyataan Sang Buddha tadi adalah bagus sekali, mulia, dan sempurna. Tetapi sayangnya, apakah bisa dipraktikkan? Sdr/i untuk menjawab pertanyaan anda tersebut, maka baiklah sekarang kita merenungkan sendiri jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini dengan sejujurnya. Apakah baik untuk mendendam kepada orang lain? Untuk saling membunuh? Apakah baik untuk hidup dalam ketakutan dan perasaan curiga mencurigai dengan tidak ada habisnya seperti binatang liar di hutan? Apakah ini lebih menyenangkan? Jadi, apakah kebencian dapat dihilangkan dengan membalas mem-benci pula? Apakah pernah ada kejahatan ditaklukkan dengan kejahatan pula?
Sdr/i seDhamma sekalian, mungkin akhirnya kita mulai dapat menyadari juga bahwa memang terdapat contoh, sedikitnya dalam hal perorangan, di mana kebencian dapat dihilang kan dengan cinta kasih dan pengertian, serta kejahatan dimenangkan dengan kebaikan. Teta-pi hal ini akhirnya juga akan menimbulkan pertanyaan lagi karena anda mungkin akan berka-ta bahwa hal-hal itu memang dapat dijalankan dalam hal perorangan, tetapi apakah bisa ber-laku dalam hal yang sifatnya nasional atau bahkan internasional? Apakah benar ajaran Sang Buddha dapat berlaku untuk seluruh dunia?
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, bila kita berpandangan demikian, maka berarti se-cara psikologis, batin kita seolah-olah ditutup dan terpengaruh oleh istilah-istilah ‘nasional’, ‘internasional’, dan ‘negara’ yang digunakan hanya untuk maksud-maksud politik dan pro-paganda. Marilah sekarang kita kaji bersama-sama istilah-istilah tersebut. Apakah sebenar-nya ‘negara’ itu?
Negara sebenarnya adalah sekelompok besar individu (orang). Satu negara tidak da-pat berbuat apa-apa, tetapi individulah yang dapat berbuat. Apa yang dipikir dan diperbuat oleh individu itu merupakan juga pikiran dan perbuatan negara itu. Oleh karena itu, sesuatu yang dapat berlaku bagi satu individu, berlaku juga bagi satu negara. Jika kebencian dapat dihilangkah dengan cinta kasih dan pengertian oleh seseorang, maka sudah pasti hal inipun dapat dilaksanakan dalam hubungan nasional dan internasional. Dalam hal perorangan, un-tuk dapat menaklukkan kebencian dengan cinta kasih memerlukan keberanian yang luar bia-sa, ketabahan, kepercayaan, dan keyakinan yang kuat. Apalagi mengenai hal-hal internasio-nal. Jadi, kalau dengan perkataan ‘tidak dapat dipraktikkan’ yang artinya ‘tidak mudah’ ber-arti maksud anda memang benar. Tentu saja hal demikian itu memang tidak mudah. Tetapi, apakah hal itu lalu tidak dapat dicoba? Sdr/i semua mungkin akan menjawab bahwa hal itu memang bisa dicoba, tetapi mungkin berbahaya sekali untuk mencobanya. Tetapi Sdr/i seka-lian, apakah mencoba hal itu lebih berbahaya daripada kemungkinan akan meletusnya satu perang nuklir?
Sdr/i sekalian, membicarakan perdamaian dunia melalui imbangan kekuatan atau de-ngan ancaman bom nuklir adalah ‘sinting’. Kekuatan senjata hanya dapat menciptakan keta-kutan dan bukan perdamaian. Tidaklah mungkin terdapat perdamaian yang kekal abadi atas dasar ketakutan. Ketakutan hanya dapat menimbulkan kebencian, keinginan jahat, dan permu suhan, yang mungkin hanya dapat ditekan untuk beberapa waktu lamanya, tetapi pada suatu saat ia pasti akan meledak. Perdamaian yang kekal abadi hanya dapat dicapai dalam alam Metta, cinta kasih universal, bebas dari ketakutan, bebas dari curiga mencurigai dan ancaman bahaya.
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, agama Buddha bertujuan menciptakan suatu ma-syarakat dunia yang dengan tegas menolak adu kekuatan yang gila-gilaan, yang dapat me-musnahkan segala sesuatu di dunia ini; dunia di mana ketenangan dan perdamaian dapat menggantikan kemenangan dan kekalahan; di mana orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri lebih dihargai dari orang yang menaklukkan berjuta-juta orang melalui peperangan secara milliter dan ekonomis; di mana kebencian dikalahkan oleh keramahtamahan dan keja-hatan dikalahkan oleh kebaikan; di mana permusuhan, iri hati, keinginan jahat, dan kesera-kahan tidak lagi mengotori batin manusia; di mana cinta kasih dan belas kasihan merupakan satu-satunya pendorong untuk berbuat; di mana semua makhluk yang hidup di dunia ini di-perlakukan dengan adil, penuh pengertian, dan cinta kasih; di mana orang hidup dalam per-damaian dan persesuaian di dunia yang keadaan materiil serba cukup; dan smua usaha seha-rusnya ditujukan kepada satu tujuan yang tertinggi dan mulia, yaitu penyelaman dari Kesu-nyataan Mutlak, Nibbäna.
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, demikianlah perenungan dan pembahasan Dham-ma kita pada hari ini yang berjudul ‘Ajaran Sang Buddha dan Keadaan Dunia Dewasa Ini’, dan jika di antara Sdr/i ada yang ingin bertanya tentang makalah ini, kami persilakan untuk mendiskusikan bersama-sama setelah selesainya kebaktian ini. Terimakasih!
Sabbe sattä bhavantu sukhitattä, semoga semua makhluk berbahagia!
Sädhu! Sädhu! Sädhu!
____________________

Dibacakan pada tanggal:
- sudah pernah.
-
-
-
-
-
-

Tidak ada komentar: