Senin, 10 Maret 2008

KEBAHAGIAAN DAN PENDERITAAN

KEBAHAGIAAN DAN PENDERITAAN

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa (3x).
SABBATTHA DUKKHASSA SUKHAM PAHANAM.
Kebahagiaan akan muncul sebagai akibat dari padamnya penderitaan.
Khuddakanikaya Dhammapadagatha.

Sdr/i seDhamma yang berbahagia, seperti biasanya, setelah kita bersama-sama mem-baca Paritta dan bermeditasi, marilah sekarang kita mengisi kebaktian pada pagi hari ini de-ngan mengadakan pembahasan dan perenungan Dhamma, yang pada hari ini dipetik dari Ki-tab Suci Avguttaranikaya Dukanipata ayat 101, yaitu yang membahas tentang ‘Kebahagiaan dan Penderitaan’. Jadi sekali lagi, tema pembahasan dan perenungan Dhamma kita pada hari ini, yaitu ‘Kebahagiaan dan Penderitaan’.
Sdr/i sekalian, seperti yang telah kita ketahui selama ini, kehidupan kita selalu diling-kupi oleh kebahagiaan dan penderitaan secara silih berganti. Semua orang pasti menginginkan kebahagiaan dan menghindarkan penderitaan. Tetapi ternyata, pada kenyataannya, hal terse-but tidak dapat terpenuhi terus menerus secara demikian sesuai dengan yang mereka inginkan itu. Jadi pada hakekatnya, setiap orang pasti terlibat dengan penderitaan dan kebahagiaan se-lama kehidupannya. Oleh sebab itu, karena adanya hakekat yang demikian tersebut, maka se-mua orang akhirnya tidak puas dengan kebahagiaan yang sifatnya hanya sementara atau keba-hagiaan yang masih diselingi dengan penderitaan. Akhirnya, mereka lalu mengarahkan tujuan hidup mereka kepada suatu tujuan akhir, yaitu suatu kebahagiaan yang abadi. Tetapi, yang di-namakan kebahagiaan akhir yang abadi ini, dalam setiap ajaran dari berbagai agama yang ada di dunia ini, ternyata juga sangat berbeda-beda.
Nah, Sdr/i seDhamma, berdasarkan atas hal-hal tadi itulah, dan supaya kita dapat lebih jelas lagi mengetahui apa pengertian kebahagiaan dan penderitaan ini, maka pada hari ini kita bersama-sama membahas petikan dari Kitab Suci Avguttaranikaya Dukanipata ayat 101, yang isinya membahas tentang pengertian kebahagiaan dan penderitaan. Sdr/i sekalian, menurut isi dari petikan kitab suci ini, kebahagiaan (atau yang dalam bahasa Pali disebut ‘Sukha’), dibagi menjadi dua macam, yaitu kebahagiaan jasmaniah (Kayika-sukha) dan kebahagiaan batin (Cetasika-sukha). Pengertian dari kebahagiaan jasmaniah adalah kebahagiaan yang diukur berdasarkan indera-indera jasmani. Artinya yaitu, apabila badan jasmani kita ini berada dalam keadaan sehat, tidak sedang terganggu oleh rasa lapar dan haus, dan tidak sedang menderita penyakit-penyakit organ tubuh lainnya, maka hal itu dikatakan sedang berada dalam suatu kondisi kebahagiaan. Inilah yang dimaksud dengan kebahagiaan jasmaniah. Sedangkan yang dimaksud dengan kebahagiaan batin (Cetasika-sukha), merupakan hasil dari sebab-sebab yang ada di dalam batin. Artinya yaitu, apabila pikiran kita sedang terserap di dalam kegembiraan, yang disebabkan apakah karena terpenuhinya keinginan-keinginan indera kita, atau karena te-lah melakukan suatu perbuatan baik, atau bahkan karena kegiuran yang timbul dari Pandang-an Terang, maka hal itu dikatakan bahwa batin berada di dalam keadaan kebahagiaan. Inilah yang dimaksud dengan kebahagiaan batin.
Sdr/i sekalian, setelah kita mengetahui tentang dua macam kebahagiaan tadi, yang ten-tunya penjelasan tersebut belumlah cukup, maka kita akan membahas lebih lanjut petikan dari kitab suci tadi yang ternyata juga menjelaskan adanya pengertian lain dari kebahagiaan (su-kha) ini. Di sana disebutkan bahwa pengertian lain dari kebahagiaan ini juga dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Kebahagiaan dengan mata kail berumpan, atau kebahagiaan yang berma-ta kail (Samisa-sukha) dan 2. Kebahagiaan tanpa mata kail berumpan (Niramisa-sukha).
Sdr/i sekalian, yang dimaksud dengan kebahagiaan dengan mata kail berumpan yaitu kebahagiaan yang timbul karena terpenuhinya keinginan-keinginan kesenangan indera kita, atau dapat juga dikatakan kebahagiaan yang berdasarkan pada obyek-obyek luar, yaitu benda-benda atau materi. Disebut dengan kebahagiaan mata kail berumpan karena kebahagiaan se-macam ini berhubungan dengan kemelekatan dan bila demikian, pasti memiliki keburukan-keburukan yang tersembunyi, misalnya kesedihan, ratap tangis, dan sebagainya apabila keba-hagiaannya tadi sudah padam. Dan, arti yang lebih dalam dari kebahagiaan dengan mata kail berumpan ini, menurut kitab komentar yaitu, kebahagiaan yang menjadikan seseorang tengge-lam di dalam arus roda perputaran kelahiran dan kematian (samsara) dengan penderitaan yang tidak dapat dipisahkan, bagaikan mata kail berumpan tadi. Demikianlah yang dimaksud de-ngan kebahagiaan mata kail berumpan.
Sdr/i, selanjutnya adalah tentang kebahagiaan tanpa mata kail berumpan (Niramisa-su-kha). Yang dimaksud dengan hal ini yaitu kebahagiaan yang timbul dari perasaan-perasaan keagamaan, seperti misalnya kegiuran dan pandangan terang atau peninggalan kesenangan-kesenangan indera. Dan menurut kitab komentar, kebahagiaan tanpa mata kail berumpan ini adalah kebahagiaan yang memungkinkan seseorang untuk dapat menghancurkan roda perpu-taran kelahiran dan kematian, yang memberikan padanya suatu pandangan terang di atas ke-duniawian. Demikianlah yang dimaksud dengan kebahagiaan tanpa mata kail berumpan.
Sdr/i seDhamma, selanjutnya, setelah kita mengenal dan mengerti tentang jenis dan pembagian dari kebahagiaan, marilah sekarang kita juga melihat pembagian dari masalah pen-deritaan. Menurut isi dari petikan Kitab Suci Avguttaranikaya Dukanipata, penderitaan juga dibagi menjadi dua macam, yaitu penderitaan jasmaniah (Kayika-dukkha) dan penderitaan ba-tiniah (Cetasika-dukkha). Yang dimaksud dengan penderitaan jasmaniah di sini yaitu berla-wanan artinya dengan kebahagiaan jasmaniah seperti yang telah dijelaskan tadi. Jadi, arti dari penderitaan jasmaniah di sini yaitu menyatakan pada kondisi jasmani yang sedang terganggu oleh penyakit, rasa lapar atau haus, atau juga sewaktu sedang terganggu oleh unsur-unsur yang merangsang seperti panas dan dingin yang luar biasa. Itulah yang dimaksud dengan pen-deritaan jasmaniah. Dan selanjutnya marilah kita bahas tentang penderitaan batiniah. Yang di-maksud dengan penderitaan batiniah yaitu penderitaan yang disebabkan oleh kesedihan, duka cita, kekecewaan, ratap tangis, penyesalan, dan sebagainya. Itulah yang dimaksud dengan penderitaan batiniah.
Sdr/i sekalian, demikianlah pembahasan tentang jenis-jenis penderitaan, tetapi, seperti halnya pada pembahasan tentang kebahagiaan tadi, ternyata pembahasan tentang penderitaan ini juga belum cukup jika hanya sampai sekian saja. Di dalam petikan kitab suci tadi juga ma-sih ada pembahasan selanjutnya tentang penderitaan ini yaitu tentang pengertian lain dari pen-deritaan. Pengertian lain dari penderitaan (Dukkha) ini juga dibagi menjadi dua macam, yaitu 1. Penderitaan dengan mata kail berumpan (Samisa-dukkha) dan 2. Penderitaan tanpa mata kail berumpan (Niramisa-dukkha).
Sdr/i, pengertian dari penderitaan dengan mata kail berumpan ini berlawanan dengan pengertian tentang kebahagiaan dengan mata kail berumpan seperti yang telah dijelaskan tadi. Jadi, yang dimaksud dengan penderitaan mata kail berumpan (Samisa-dukkha) ini yaitu pen-deritaan yang timbul karena padamnya obyek-obyek kesenangan indera. Hal ini mungkin da-pat berupa penderitaan jasmaniah seperti misalnya terserang penyakit, terluka, kematian, atau dapat juga berupa penderitaan batin batiniah seperti misalnya kesedihan, duka cita, penyesal-an, dan sebagainya sebagai akibat dari padamnya obyek-obyek kesenangan indera. Itulah yang dimaksud dengan penderitaan mata kail berumpan. Jadi, maksudnya yang jelas yaitu, de-ngan padamnya obyek-obyek kesenangan indera ini, lalu muncullah penderitaan sebagai aki-bat selanjutnya. Jadi, berlawanan dengan terpenuhinya keinginan-keinginan indera, baru mun-cul penderitaan.
Sdr/i seDhamma, selanjutnya adalah pembahasan yang kedua, yaitu penderitaan tanpa mata kail berumpan (Niramisa-dukkha). Yang dimaksud dengan penderitaan tanpa mata kail berumpan yaitu penderitaan yang timbul dari suatu usaha untuk berbuat baik, seperti misalnya adanya kesukaran-kesukaran, gangguan-gangguan, kesakitan, bahkan juga bahaya-bahaya lain yang timbul sewaktu melaksanakan Sila (kemoralan), sewaktu mempraktikkan meditasi, dan sebagainya. Jadi, untuk lebih jelasnya dalam hal ini yaitu, orang atau makhluk tersebut cukup menderita atau mengalami gangguan-gangguan ketika sedang menjalankan Sila atau meditasi-nya. Tetapi, akibat yang diperoleh dari hal itu bukanlah merupakan penderitaan. Oleh sebab itu, hal ini dikatakan sebagai penderitaan yang tanpa mata kail berumpan. Jadi Sdr/i sekalian, sekali lagi supaya lebih jelas, bahwa yang dimaksud dengan mata kail berumpan di sini yaitu menyebabkan timbulnya penderitaan bagi kita, sedangkan tanpa mata kail berumpan adalah yang tidak menyebabkan penderitaan bagi kita selanjutnya.
Sdr/i sekalian, demikianlah tadi penjelasan dari isi petikan Kitab Suci Avguttaranikaya Dukanipata ayat 101 tentang kebahagiaan dan penderitaan, yang secara keseluruhan semua ada 4 macam, yaitu:
1. Kebahagiaan dengan mata kail berumpan, atau kebahagiaan tetapi yang dapat menimbul-kan penderitaan.
2. Kebahagiaan tanpa mata kail berumpan, atau kebahagiaan yang tidak menimbulkan pen-deritaan.
3. Penderitaan dengan mata kail berumpan, atau penderitaan yang dapat menyebabkan tim-bulnya penderitaan juga.
4. Penderitaan tanpa mata kail berumpan, atau penderitaan tetapi yang tidak menyebabkan timbulnya penderitaan selanjutnya.
Sdr/i seDhamma sekalian, demikianlah tadi uraian Dhamma tentang penderitaan dan kebahagiaan yang diambil dari Kitab Suci Avguttaranikaya Dukanipata ayat 101, semoga de-ngan mengertinya kita terhadap ajaran tersebut, akan tampak semakin jelaslah tujuan akhir ki-ta tentang apa dan bagaimana yang dimaksud dengan kebahagiaan kekal yang sesungguhnya, sehingga kita sebagai umat Buddha sudah tidak salah pandangan lagi tentang maksud dari ke-bahagiaan yang kekal itu. Demikianlah uraian dan pembahasan Dhamma kita pada hari ini, semoga dengan bertambahnya pengertian kita tersebut, dapat membahagiakan diri kita sendiri dan juga semua makhluk.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk berbahagia!
Sadhu! Sadhu! Sadhu!
____________________
Buku Acuan:
Vajirananavarorasa, Dhamma Vibhaga. C.V. Lovina Indah. Jakarta, hal. 23 – 26.

Dibacakan pada tanggal:
-
-
-
-
-

Tidak ada komentar: