Senin, 10 Maret 2008

JANTUNG KEMANUSIAAN

JANTUNG KEMANUSIAAN

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammä Sambuddhassa (3x).
PUÑÑAÇ COREHI DÌHARAÇ
Jasa kebajikan tak dapat dirampas.
Saçyuttanikäya Sagäthavagga.

Sdr/i seDhamma yang berbahagia, setelah kita tadi membaca Paritta dan bermeditasi, marilah sekarang kita mengarahkan perhatian dan konsentrasi kita untuk membahas serta me renungkan salah satu Dhamma ajaran Sang Buddha yaitu tentang pengertian ‘Jantung Kema-nusiaan’. Jadi sekali lagi Sdr/i, judul pembahasan dan perenungan Dhamma kita pada hari ini yaitu ‘Jantung Kemanusiaan’.
Sdr/i sekalian, sekarang ini kita telah memasuki suatu bulan yang di dalam agama Buddha dikenal sebagai bulan Magha, di mana pada bulan purnama sempurna di bulan Ma-gha ini umat Buddha memperingati hari suci Magha. Hari suci Magha merupakan hari yang sangat bersejarah, keramat, dan istimewa; karena pada hari suci ini terjadi suatu peristiwa penting yang ditandai dengan empat peristiwa, yaitu sebagai berikut:
1. Pada saat bulan purnama sempurna di bulan Magha, 1250 bhikkhu yang semuanya telah mencapai tingkat kesucian sempurna atau Arahat, datang bertemu di Veluvana arama di kota Rajagaha.
2. Ke-1250 bhikkhu yang kesemuanya telah mencapai Arahat tersebut, datang dari tempat yang berlain-lainan berkumpul di Veluvana arama di kota Rajagaha untuk menjumpai Sang Buddha, tanpa janji, tanpa musyawarah, tanpa persetujuan sebelumnya. Mereka da-tang serempak pada hari dan di tempat yang sama.
3. Seribu duaratus limapuluh bhikkhu tersebut, semuanya pada waktu ditahbiskan sebagai bhikkhu, ditahbiskan langsung oleh Sang Buddha sendiri dengan sebutan ‘Ehi bhikkhu upasampada’, yang artinya para bhikkhu yang ditahbis langsung oleh Sang Buddha sen-diri.
4. Pada peristiwa yang istimewa ini, Sang Buddha membabarkan khotbah ‘Tiga Bait’ yang merupakan inti dari Dhamma ajaran Sang Buddha. Khotbah tiga bait ini dikenal juga de-ngan sebutan Oväda Patimokkhä, yang merupakan anjuran tentang penghayatan Dhamma. Apakah isinya? Pada kesempatan ini marilah kita ulangi dan renungkan bersama isi serta makna dari khotbah tiga bait tersebut. Demikianlah yang Sang Buddha babarkan:
Menghindari semua perbuatan jahat,
Menambah kebaikan,
Membersihkan pikiran sendiri,
Inilah ajaran semua Buddha.
Sdr/i sekalian yang berbahagia, bait ini sesungguhnya tersusun dalam kalimat-kalimat yang sederhana. Namun, kalau kita mau merenungkan dalam-dalam ternyata kalimat-kalimat sederhana tersebut adalah jantung dari kemanusiaan. Merupakan jantung dan tuntutan setiap umat manusia di muka bumi ini, yaitu ‘menghindari semua perbuatan jahat, menambah keba-ikan, dan membersihkan pikiran sendiri’.
“Tidak berbuat jahat”, adalah tuntutan semua ajaran agama. Tidak berbuat jahat ada-lah suara hati sanubari manusia yang paling murni, paling dalam. Kejahatan adalah pembawa penderitaan bagi makhluk lain. Bahkan, merupakan penyebab utama bencana bagi dunia ini. Dan lebih daripada itu, kejahatan adalah penghancur kehidupan kita sendiri. Karena itu, ja-nganlah kita berbuat jahat. “Jangan berbuat jahat” merupakan permintaan kita kepada diri ki-ta sendiri. Juga permintaan kita kepada setiap umat manusia. Kejahatan tidak pernah disetu-jui oleh hati nurani umat manusia. Kejahatan tidak pernah mendapat kompromi dari semua ajaran agama. Sdr/i, pada waktu Sang Buddha ditanya oleh Yakkha Alavaka tentang apakah yang harus dibunuh, maka Sang Buddha menjawab dengan tegas:”Kejahatanlah yang harus dibunuh”. Dan yang paling utama, kejahatan dalam diri kita sendirilah yang harus kita bunuh.
Sdr/i sekalian, selanjutnya mengenai “Tambahkanlah kebaikan”, adalah juga tuntutan kuat bagi setiap umat manusia dari semua ajaran agama. Dalam kehidupan ini, berusahalah kita berbuat baik. Sekali lagi, berbuat baik, berbuat dengan hati yang tulus. Berbuat baik ha-nya dengan tujuan supaya orang lain mendapat kebaikan, dan kebaikan dalam diri kita sendi-ri menjadi bertambah. Karena itu sesadar-sadarnya, ternyata hanya kebaikanlah yang akan membuat kita bahagia; yang akan membuat kita mampu bertahan menghadapi segala macam problem dan ketegangan dalam kehidupan ini.
Jadi Sdr/i, bukan kekerasan, bukan pula kekuasaan, bukan peperangan, bukan materi, tetapi hanyalah kebaikan. Kebaikan yang tuluslah yang akan menciptakan perdamaian di bu-mi ini di mana pun juga. Janganlah kita berbuat baik dengan pamrih yang lain, misalnya pamrih materi, pamrih kedudukan, pamrih nama, dan bermacam-macam pamrih rendah lain-nya. Jadi meskipun susah, berusahalah semampu mungkin menolong mereka yang membu-tuhkan pertolongan, mereka yang sedang menderita. Berusahalah menghibur mereka yang sedang sedih, bantulah mereka dengan niat yang murni, tanpa embel-embel. Kebaikan inilah modal terbesar bagi kita untuk mencapai semua cita-cita luhur kita. Tanpa kebaikan, kehidup an kita akan cepat hancur.
Sdr/i sekalian, kalau kita berusaha berbuat baik dengan setulus-tulusnya, maka kita pasti merasakan kebahagiaan. Kebahagiaan sejati, yang lain daripada kebahagiaan-kebahagia an yang lain. Sdr/i, memang dalam dunia ini, dalam kacamata materi, kebaikan itu kelihatan lemah. Kebaikan itu berbeda jauh dengan kekuasaan, dengan kegaiban, kekayaan dan benda-benda dunia lainnya. Namun, kebaikan mampu mengatasi segala-galanya. Meskipun kita mungkin pada suatu ketika terkena salah pengertian, ataupun fitnahan, atau perbuatan-perbu-atan jahat lainnya, hendaknya kita tetap teguh dalam niat baik kita yang tulus. Niat baik ini-lah yang akan mengangkat kehidupan kita dari semuanya itu.
Sdr/i sekalian, memang susah untuk membuktikan secara teori bahwa kebaikan yang kelihatan lemah mampu mengatasi kekerasan dan kejahatan. Tetapi kebenaran ini akan terli-hat dalam kehidupan kita sendiri bila kita telah membuktikannya. Alangkah menyedihkan, bi la di dunia ini sebagian besar umat manusia sudah tidak mempunyai keyakinan lagi terhadap kebaikan yang tulus dan murni. Alangkah menyedihkan, bila di dunia ini banyak di antara ki ta yang berbuat baik, tetapi baik yang hanya tampak luarnya saja, sedangkan di balik itu ter-sembunyi pamrih, pamrih nama, pamrih kedudukan, kemenangan, materi, dan seribu satu ma cam yang lain. Bila demikian, maka dunia kita ini akan dilanda krisis kebaikan.
Sdr/i, di antara semuanya, kebaikanlah yang paling unggul. Di antara senjata, senjata kebaikan yang paling tajam. Di antara kekuatan, kekuatan kebaikan yang paling hebat. Di antara segala ilmu gaib, kebaikan adalah kesaktian yang paling ampuh. Di antara semua ma-teri, kebaikan adalah kekayaan yang paling luhur. Di alam semesta ini, tidak ada yang bisa menaklukkan kebaikan. Meskipun dewa Brahma turun ke bumi, kebaikan tetap di atas segala galanya.
Sdr/i yang berbahagia, seorang umat Buddha hendaknya selalu hidup dengan tenang menghadapi persoalan kehidupan sehari-hari. Apapun bentuknya. Karena, seorang umat Bud dha, demikian juga kita semua, hendaknya selalu mempunyai keyakinan yang teguh kuat ter-hadap kebaikan. Kebaikan yang tulus dan murni. Seandainya kita sudah berada di ujung maut, kalau kita masih mempunyai karma-karma baik, karma baik itulah yang akan menyela matkan kita. Berbahagialah Sdr/i yang teguh di dalam kebaikan.
Akhirnya Sdr/i sekalian, pada khotbah istimewa dalam bait ke 3 tersebut Sang Bud-dha mengatakan:”Bersihkanlah pikiran sendiri”. Tidak berbuat jahat dan selalu menambah ke baikan dengan niat yang tulus, adalah pangkal kebersihan pikiran. Pikiran ini harus kita ber-sihkan sendiri. Karena, tidak seorang pun, sekali pun dewa, bisa membuat pikiran kita menja di bersih atau suci. Dengan pikiran yang bersih, kita akan dapat bertahan dalam kehidupan ini. Berseri-seri di mana pun juga. Batin kita tenang dan cemerlang.
Sdr/i sekalian, inilah tiga kaliamt sederhana yang keramat dan suci, yang menjadi tun tutan suci sanubari setiap umat manusia. Jantung kemanusiaan dan jalan kebahagiaan. “Menghindari semua perbuatan jahat, menambah kebaikan, dan membersihkan pikiran sen-diri”. Demikianlah Sdr/i yang berbahagia, perenungan dan pembahasan Dhamma kita pada hari ini dan semoga dapat menjadi motivasi kita dalam berbuat kebaikan.
Sabbe sattä bhavantu sukhitattä, semoga semua makhluk berbahagia!
Sädhu! Sädhu! Sädhu!

Tidak ada komentar: