Senin, 10 Maret 2008

DHAMMA YANG ABADI

DHAMMA HUKUM YANG ABADI

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa (3x).
DHAMMAM CARE SUCARITAM.
Janganlah lalai melakukan Dhamma yang benar.
Khuddakanikaya Dhammapadagatha.

Sdr/i seDhamma sekalian, setelah kita tadi bersama-sama membaca Paritta dan bermedi-tasi, maka selanjutnya marilah kita bersama-sama mempersiapkan diri kita untuk memasuki aca-ra selanjutnya yaitu pembahasan dan perenungan Dhamma. Sdr/i yang berbahagia, pada hari ini, Dhamma yang akan kita bahas bersama-sama adalah yang berjudul ‘Dhamma Hukum yang Aba-di’. Dan semoga, setelah kita selesai berbuat baik dengan mendengarkan uraian Dhamma ini, ja-sa dari perbuatan baik kita tersebut dapat bermanfaat bagi kita dan bagi semua makhluk yang ada di alam semesta ini.
Sdr/i sekalian, Dhamma yang ditemukan oleh guru agung kita yaitu Sang Buddha Gota-ma, yang kemudian diajarkan kepada kita sekalian umat Buddha, adalah mempunyai satu tujuan, yaitu untuk memberikan santapan nektar pada batin kita agar menjadi sehat, segar, sejahtera, te-guh, dan sentosa. Artinya, juga bertujuan untuk membersihkan batin kita dari noda-noda, seperti antara lain: keserakahan yang tak pernah merasa cukup dan berpuas hati; kebencian yang senan-tiasa menyiksa; pengertian dan pandangan salah yang selalu menimbulkan masalah; kemelekatan tolol yang konyol; keakuan; kesombongan; serta keangkuhan yang menyesatkan; dan lain seba-gainya.
Sdr/i sekalian, Dhamma menjadikan batin kita bebas, merdeka, penuh keseimbangan, pe-nuh toleransi dan harmonis, serta bijaksana, dan juga sekaligus membangkitkan keikhlasan untuk mengabdi demi kesejahteraan, kemajuan, dan manfaat orang banyak. Sdr/i sekalian, untuk men-capai keadaan batin yang sedemikian itu, kita memerlukan sarana yang sangat membantu usaha kita tersebut, yaitu: 1. Keyakinan, 2. Semangat, 3. Perhatian, 4. Konsentrasi, dan 5. Kebijaksana-an yang semua itu dinamakan ‘Lima Kekuatan’, yang amat ampuh untuk membantu perjuangan kita dalam hal mengembangkan kebajikan.
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, keyakinan muncul dan berkembang karena kita terus menerus melaksanakan kebajikan seperti berdana, ibadah agama, dan moral agama yang baik. Sedangkan semangat, perhatian, dan konsentrasi, muncul dan berkembang karena kita rajin ber-meditasi. Dan akhirnya, kebijaksanaan akan berkembang karena kita taat melaksanakan moral agama dan rajin bermeditasi.
Sdr/i, keyakinan adalah kekayaan batin, moral (Sila) adalah ibarat pakaian indah yang ki-ta kenakan pada badan dan membuat badan kita menjadi indah pula. Kebajikan moral, kegunaan-nya adalah untuk mencegah, menahan, memutuskan, serta mengendalikan ucapan dan perbuatan yang jahat, salah, dan merugikan. Dan sebaliknya, menjaga dan meluruskan ucapan dan perbuat-an menjadi selalu berguna dan bermanfaat. Inilah kebajikan moral, namun masih belum merupa-kan kebajikan yang tertinggi.
Selanjutnya adalah semangat. Semangat di sini berarti tekun, rajin, ulet, keras hati, berte-kad teguh, berani, dan tidak henti-hentinya memperjuangkan kebajikan. Inilah yang dimaksud sebagai semangat. Sedangkan perhatian penuh, berarti selalu waspada dan mengendalikan pikir-an, ucapan, dan perbuatan agar jangan sampai menyimpang dari sasaran kebajikan. Jadi, selalu menyadari apa yang baik dan yang buruk, serta memiliki sikap yang lepas dari kejahatan dan ke-tololan (kegelapan batin).
Sekarang tentang konsentrasi. Konsentrasi berarti menjadikan pikiran terpusat teguh pada satu obyek. Jadi, pikiran tidak tumpul, tertutup, lamban atau asyik mengembara pada keinginan-keinginan yang lampau dan yang akan datang, melainkan pikiran menjadi stabil, mantap, teguh terpusat, dan tak tergoyahkan.
Sdr/i seDhamma sekalian, semangat, perhatian, dan konsentrasi itu merupakan bantuan kekuatan tritunggal yang sanggup meningkatkan batin kita yang masih duniawi sekali, menjadi lebih tinggi dan lebih murni. Batin kita menjadi tidak begitu tertarik lagi pada kesenangan-kese-nangan inderawi yang bernilai rendah dan kekanak-kanakan. Inilah batin yang sudah meningkat maju, walaupun kita tidak menjadi bhikkhu atau tidak tinggal di vihara; atau, walaupun kita ma-sih berumahtangga dan bekerja seperti biasa.
Sdr/i yang berbahagia, yang terakhir, yaitu kebijaksanaan, yang digolongkan pada keba-jikan tertinggi, adalah dapat muncul dan berkembang karena kita tekun dan ulet melaksanakan moral agama dan bermeditasi sehingga mampu mencapai tingkat pemusatan pikiran yang perta-ma, yang kedua, yang ketiga, dan yang keempat. Atau, bila dalam praktik meditasi khusus, telah mencapai tingkat pengetahuan spiritual yang tinggi (Bana), di mana sang batin dapat melihat dua aspek dari sang pikiran, yaitu sang pikiran yang terus menerus mengalami perubahan (muncul dan padam), dan sang pikiran yang ‘menembus’ Nibbana yang tidak mengalami perubahan.
Sdr/i seDhamma sekalian, sekarang, mengapa kita umat Buddha harus menggunakan Dhamma untuk mencapai keadaan batin yang sedemikian itu? Sebelum menjawab pertanyaan ini, marilah kita terlebih dahulu berusaha memahami dengan baik tentang arti, makna, hakikat, dan manfaat dari Dhamma itu; kemudian tentang alasan mengapa kita harus belajar Dhamma, dan kemudian mempraktikkannya.
Sdr/i seDhamma, adalah rahasia alam yang harus dimengerti untuk tujuan meningkatkan kehidupan kita ini agar dapat meraih kebijaksanaan dan kebahagiaan tertinggi; yaitu suatu keada-an kehidupan yang dapat mengatasi dan mengeliminir semua problem, masalah, ketidakpuasan, konflik, derita, sedih, takut, cemas, agitasi, frustasi, dan lain sebagainya. Hidup ini, terutama da-lam konteks Dhamma, adalah peristiwa proses alam yang disebut Dhamma Jati, yaitu sesuatu yang timbul dari dan oleh dirinya sendiri, oleh hukum-hukum alam yang terkandung di dalam dirinya sendiri. Nah, Sdr/i sekalian, rahasia dari alam kehidupan atau Dhamma ini, mempunyai empat aspek yaitu sebagai berikut: 1. Alam itu sendiri, 2. Hukum alam, 3. Tingkah laku kita yang sesuai atau tidak sesuai dengan hukum alam itu, dan 4. Buah atau akibat yang muncul kare-na tingkah laku tersebut tadi.
Jadi, pahamilah Dhamma yang berada pada jasmani dan batin yang kita anggap sebagai diri kita sendiri ini. Di situ terdapat hukum alam yang mengontrol hidup dan kehidupan ini. Pi-kiran, ucapan, dan perbuatan kita harus sesuai dan selaras dengan hukum alam, sehingga akan berakibat hidup sejahtera, tenang, damai, dan bahagia. Akan tetapi, bila pikiran, ucapan, dan per-buatan kita tidak sesuai, tidak selaras, dan bertentangan dengan hukum alam, maka akibatnya adalah penderitaan, ketidakpuasan, banyak problem atau masalah, sedih, takut, cemas, konflik, frustasi, dan sebagainya. Jadi, jelas dan terang sekali, bahwa dalam diri kita masing-masing ini berlakulah empat aspek Dhamma tersebut dan saling berkaitan.
Sdr/i sekalian, apabila kita menyelidiki dengan seksama ke empat aspek Dhamma ini se-cara komplit, kita akhirnya akan mengerti bahwa hidup dan kehidupan ini adalah semata-mata hanya perwujudan dari empat aspek Dhamma atau rahasia dari alam kehidupan tersebut tadi. Jadi, itulah alasannya mengapa kita sebaiknya mengerti dan menghayati Dhamma, kemudian mengamalkannya sebaik mungkin demi kemajuan dan peningkatan hidup kita ini, sampai akhir-nya nanti mampu mengatasi semua bentuk derita dan ketidakpuasan.
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, ada empat cara yang sangat bermanfaat untuk dapat berhasil meningkatkan kehidupan kita ini. Ke empat cara tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mencegah munculnya sesuatu yang jahat, yang membahayakan, atau merusak kehidupan kita.
2. Mengusir atau menghancurkan sesuatu yang jahat, yang buruk, yang telah muncul pada diri kita.
3. Memperbanyak kebajikan atau melakukan hal yang bermanfaat untuk pengembangan diri kita.
4. Mempertahankan dan mengembangkan hal-hal yang baik, bermanfaat untuk pengembangan diri kita.
Sdr/i, selanjutnya hal yang sangat penting, bahkan yang akan menjadi kunci kesuksesan kita dalam mempraktikkan Dhamma, adalah menelusuri secara lebih mendalam akan Kebenaran Mutlak dari Dhamma ini, yang berarti menyelidiki dan mempelajari rahasia tertinggi dari alam ini. Dengan memiliki pengetahuan ini, kita dapat mengarahkan kehidupan kita dengan lebih baik. Sdr/i, rahasia kebenaran hukum alam ini ternyata adalah Anicca, Dukkha, Anatta, Subbata, dan Tathata yang selalu mengontrol hidup dan kehidupan ini. Anicca berarti bahwa segala sesuatu yang muncul karena adanya sebab, adanya syarat atau kondisi, adalah tidak kekal, mengalami perubahan terus menerus, yaitu timbul dan padam, lahir dan mati. Dukkha berarti bahwa segala sesuatu yang berubah-ubah tadi adalah tidak dapat memuaskan keinginan kita, sehingga timbul-lah ketidakpuasan, problem atau masalah, frustasi, konflik, kesedihan, dan derita. Sedangkan Anatta berarti bahwa segala sesuatu dalam arti Kebenaran Tertinggi, adalah ‘bukan aku’, ‘bukan milikku’, ‘bukan kepunyaanku yang mutlak’. Bolehlah disimpulkan bahwa apa yang kita anggap sebagai ‘milik’ itu sebenarnya hanyalah sekedar hak pakai, hak guna, hak usaha, atau hak kum-pul bersama, yang berlaku hanya untuk waktu yang sementara. Kemudian Subbata berarti bahwa segala sesuatu itu adalah kosong dari ‘aku’. Dan Tathata berarti bahwa proses hidup dan kehi-dupan ini hanyalah begitu-begitu saja, hanya demikian-demikian saja, hanya fenomena sekejap yang timbul dan padam, muncul dan padam dengan sangat cepat, menyajikan ketidakpuasan, bu-kan milik, dan kosong dari ‘aku’.
Sdr/i yang berbahagia, kesemua itu, Anicca, Dukkha, Anatta, Subbata, dan Tathata, ada-lah kebenaran yang mutlak, hukum alam yang berlaku di seluruh alam semesta. Kebenaran ini ti-dak dapat dibantah. Kita umat Buddha harus meresapkan benar-benar pengertian ini dan mengin-safi betul-betul melalui praktik-praktik meditasi khusus. Dan, bila batin kita sudah merealisir dan meyakini sepenuhnya kebenaran hukum alam ini, maka terjadilah proses alkimia spiritual, proses transformasi pada batin kita; yaitu batin kita tidak mau lagi berulah macam-macam, cengeng, ke-kanak-kanakan, melainkan menjadi lebih dewasa, matang dan mantap, serta dapat menempuh ja-lan yang benar. Batin mulai dapat melihat segala sesuatu dalam keadaan proporsi yang sebenar-nya, yaitu apa dan bagaimana keadaan benda-benda serta batin yang sebenarnya. Ternyata ben-da-benda dan batin hanyalah fenomena-fenomena yang berproses timbul dan padam dengan sa-ngat cepat sekali, dan berhakekat Anicca, Dukkha, Anatta, Subbata, dan Tathata. Mereka tidak dapat dinilai sebagai baik atau buruk, benar atau salah, datang atau pergi, menang atau kalah, se-nang atau susah, untung atau rugi, positif atau negatif, apabila kita sudah menginsafi benar-benar Dhamma yang tinggi ini yang disebut Tathata. Adapun pandangan dualisme seperti tadi itu ada-lah konsep pikiran kita yang masih duniawi sekali, masih bersifat kekanak-kanakan, cengeng, dan belum dewasa dalam hal spiritual. Tetapi, pengertian Tathata atau ‘hanya kedemikianan’, akan dapat mengatasi semua artian positif dan negatif, optimisme dan pesimisme, mengatasi se-mua paham dualisme.
Sdr/i sekalian, inilah usaha kita yang pertama untuk mencapai kemajuan selanjutnya, yai-tu batin kita akan mulai melepaskan belenggu-belenggu yang sangat kuat, beban-beban yang sa-ngat berat, yaitu yang berupa kemelekatan-kemelekatan pada apa yang disenangi dan yang tidak disenangi. Kalau dahulu kita sangat melekat kepada apa yang disenangi, menganggapnya sebagai kekal, menyenangkan terus, dan sebagai milikku selamanya, tetapi sekarang dapat melihat de-ngan jelas sebagai Anicca, Dukkha, dan Anatta. Dan, apabila beberapa bentuk kemelekatan atau belenggu, atau beban, telah dapat dilepaskan, maka ini akan mengakibatkan batin menjadi ringan serta nyaman.
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, demikianlah uraian Dhamma untuk perenungan kita pada hari ini, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita sendiri maupun bagi kebahagiaan semua makhluk. Terimakasih.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta; semoga semua makhluk berbahagia!
Sadhu! Sadhu! Sadhu!
___________________

Dipetik dari :

Dibacakan pada tanggal:
-
-
-
-
-
-

Tidak ada komentar: