Senin, 10 Maret 2008

KARMA MENURUT AKIBATNYA

KARMA MENURUT KEKUATANNYA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammä Sambuddhassa (3x).
KALYÄNAKÄRÍ KALYÄNAÇ PÄPAKÄRÍ CA PÄPAKAÇ.
Barang siapa berbuat baik akan menerima akibat yang baik, dan barang siapa berbuat jahat akan menerima akibat yang buruk.
Khuddakanikäya Jätaka Dukanipäta.

Sdr/i seDhamma yang berbahagia, setelah membaca Paritta dan bermeditasi, marilah sekarang kita pusatkan perhatian dan konsentrasi kita guna mengadakan pembahasan dan pe-renuntan Dhamma, yang pada hari ini berjudul ‘Karma Menurut Kekuatannya’. Sekali lagi, judul pembahasan dan perenungan Dhamma kita pada hari ini yaitu ‘Karma Menurut Keku-atannya’, di mana makalah ini juga bisa merupakan lanjutan dari makalah yang lalu, yaitu masih berkenaan dengan Hukum Kamma.
Sdr/i sekalian, pembagian karma menurut kekuatannya adalah salah satu pembahasan pembagian karma yang disusun oleh Buddhaghosa dalam Visuddhi Magga. Pembagian kar-ma oleh Buddhaghosa ini juga didasarkan pada kata-kata Sang Buddha yang tersebar dalam Kitab Suci Tipitaka. Secara keseluruhan, pembagian karma yang disusun oleh Buddhaghosa ini adalah sebagai berikut:
1. Karma menurut jangka waktu berbuahnya.
2. Karma menurut kekuatannya.
3. Karma menurut fungsinya.
Masing-masing golongan tadi terdiri dari empat macam, dan bila disatukan seluruhnya ada duabelas macam, sehingga semuanya itu kadang-kadang disebut ‘duabelas karma’. Keduabe-las karma ini dapat bersifat baik (kusala) dan dapat bersifat buruk (akusala).
Sdr/i seDhamma sekalian, pada pembahasan dan perenungan Dhamma kita pada hari ini, yaitu tentang karma menurut tingkat kekuatannya dalam menghasilkan akibat, ternyata dapat kita ketahui bahwa golongan karma yang menurut kekuatannya ini terdiri dari empat macam. Hal ini akan dijelaskan satu persatu, yaitu sebagai berikut:
1. Garuka Kamma, adalah karma yang paling berat bobotnya di antara semua karma lainnya. Dan, karena sifatnya yang amat kuat, maka karma semacam ini akan masak terlebih dahulu daripada karma-karma yang lainnya. Selama karma ini menghasilkan akibatnya, maka tidak akan ada karma lainnya yang berkesempatan untuk menghasilkan akibatnya (menjadi masak) pada saat itu. Sebagai suatu perbandingan, dapatlah kita umpamakan dengan seseorang yang menjatuhkan berbagai macam benda, misalnya batu, kayu, karton, dan bulu ayam. Maka, da-lam hal ini, tentu saja batu yang dijatuhkan akan sampai ke tanah terlebih dahulu, baru ke-mudian diikuti dengan sepotong kayu, karton, dan akhirnya bulu ayam. Garuka Kamma, di-tinjau dari seginya yang buruk (akusala), adalah melakukan salah satu atau lebih dari lima macam perbuatan yang paling jahat, yaitu:
1. Membunuh ibu sendiri.
2. Membunuh ayah sendiri.
3. Membunuh orang yang telah mencapai kesucian sempurna, yaitu Arahat.
4. Melukai tubuh seorang Buddha.
5. Menyebabkan perpecahan dalam persaudaraan para bhikkhu (Saégha).
Kelima macam perbuatan ini dikatakan sebagai karma yang paling buruk di antara semua karma lainnya. Seseorang yang telah melakukan salah satu di antara kelima macam perbuat-an di atas tadi, maka dalam hidupnya yang sekarang ini ia tidak akan dapat memahami Kebe-naran Mutlak, karena ia sendirilah yang telah menciptakan rintangan bagi pencapaiannya itu. Selain itu, setelah kematiannya, maka ia akan terlahir kembali dalam alam neraka yang pa-ling mengerikan, yaitu ‘niraya avici’. Contoh dari akusala garuka kamma adalah perbuatan yang dilakukan oleh Raja Ajatasattu, dan juga perbuatan yang dilakukan oleh Devadatta yang hidup pada masa Sang Buddha.
Sdr/i sekalian, dalam Samannaphala Sutta diterangkan bahwa Raja Ajatasattu setelah mendengar uraian Sutta ini, menyatakan penyesalannya kepada Sang Buddha atas perbuatan salah yang telah dilakukannya yaitu membunuh ayahnya sendiri. Raja Ajatasattu berkata de-mikian:”Bhante, aku mengaku telah melakukan perbuatan salah; telah begitu bodoh, lemah, dan jahatnya aku sehingga karena menginginkan tahta kerajaan, aku sampai membunuh ayah ku sendiri, seorang raja yang setia pada kebenaran, manusia kebenaran’. Nah, sehubungan dengan pengakuan Raja Ajatasattu tentang perbuatannya itu, di dalam Samannaphala Sutta, Digha Nikäya, disebutkan bahwa Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu demikian:”Para bhikkhu, seandainya sang raja tidak membunuh ayahnya … pastilah mata Dhamma (Dham-macakkhu) yang bersih tanpa noda akan timbul dalam dirinya”.
Sdr/i, akhirnya, setelah bertemu dan mendengar Sutta ini, Raja Ajatasattu melakukan banyak sekali perbuatan baik. Ia berusaha dengan segenap kemampuan untuk mengimbangi kejahatan yang telah dilakukan itu dengan mengembangkan kebajikan. Dipupuknyalah keya-kinannya yang benar terhadap Sang Tiratana: Buddha, Dhamma, dan Ariya Saégha. Dengan penuh ketulusan ia senantiasa menyokong kebutuhan hidup para bhikkhu. Lebih daripada itu, Raja Ajatasattu memberikan andil yang sangat berharga yaitu mensponsori dalam penye-lenggaraan Saéghasamaya pertama di Rajagaha untuk menghimpun dan merangkum ajaran murni Sang Buddha Gotama. Namun, walaupun banyak perbuatan baik (kusala kamma) yang dilakukannya, ia tetap harus melunasi akibat kejahatannya, yaitu meninggal karena dibu nuh oleh putranya sendiri yang bernama Udayibhadda yang dulu lahir tepat pada hari ke-mangkatan ayahnya. Raja Ajatasattu terlahir di alam Niraya Lohikumbhiya dan nenurut Di-gha Nikäya Atthakatha, ia akan berada di alam niraya tersebut selama 60.000 tahun, dan ke-lak ia akan menjadi seorang Pacceka Buddha yang bernama Viditavisesa.
Sdr/i seDhamma sekalian, sedangkan Devadatta adalah saudara dari Yasodhara yang menjadi isteri Pangeran Siddharta. Ketika Sang Buddha mengunjungi Kapilavatthu dan me-ngajarkan Dhamma kepada Suku Sakya, Devadatta bersama Ananda, Bhagu, Anurudha, Upali, dan lain-lainnya ditahbiskan menjadi bhikkhu. Setelah menjadi bhikkhu selama satu vassa (masa musim hujan), Devadatta memiliki ‘iddhividha’ atau kemampuan batin fisik, yang dapat mengubah dirinya seperti anak kecil yang dilingkari oleh banyak ular. Namun, Devadatta memiliki keinginan jahat yaitu mau mengganti kedudukan Sang Buddha sebagai kepala atau pimpinan para bhikkhu (Saégha). Ketika keinginan jahat itu muncul dan mengu-asai pikiran Devadatta, maka kemampuan iddhividhanya langsung lenyap. Tetapi, karena nafsu keinginannya terlalu kuat, ia memecah belah Saégha. Para bhikkhu yang bodoh ada yang mengikuti Devadatta dan mengakui dia sebagai pimpinan Saégha. Dorongan niat jahat-nya lebih berkobar dengan rencananya untuk membunuh Sang Buddha. Devadatta pergi ke sebuah bukit, menyiapkan batu besar dan menunggu Sang Buddha yang akan lewat di bawah bukit tersebut. Demikianlah, ketika Sang Buddha lewat di bawah bukit, dengan sekuat tena-ga Devadatta menggulingkan batu besar itu ke bawah. Sang Buddha tidak tertimpa oleh batu besar itu, namun ada serpihan batu yang mengenai ibu jari kaki Beliau dan mengakibatkan jari kaki Beliau berdarah. Devadatta pergi, dan tidak berapa lama kemudian Devadatta sakit. Ketika ia menyadari bahwa kematiannya telah dekat, Devadatta meminta pengikutnya untuk mengusung dia dan membawanya menghadap kepada Sang Buddha. Ketika Devadatta sam-pai pada suatu tempat tertentu, para pengusungnya tidak sanggup memikulnya lagi karena ja-lan yang dilalui sulit didaki. Devadatta turun dari usungan, namun ketika kakinya menyentuh tanah, ia langsung ditelan bumi dan meninggal. Setelah meninggal ia langsung terlahir kem-bali di alam neraka Avici.
Sdr/i sekalian, Devadatta ditelan oleh bumi maupun ia terlahir di alam neraka Avici adalah diakibatkan oleh akusala garuka kamma atau kamma buruknya yang hebat. Namun, dalam Dhammapada Attakatha dikatakan bahwa karena Devadatta pernah pula berbuat baik, antara lain pernah menjadi bhikkhu, maka kelak di kemudian hari ia akan menjadi seorang Pacceka Buddha.
Sdr/i sekalian, pada segi yang baiknya (kusala), garuka kamma menyatakan pada de-lapan macam pencapaian tingkat samadhi, yaitu empat tingkat Rupa Jhäna dan empat tingkat Arupa Jhäna.
Pembahasan selanjutnya yaitu Bahula Kamma, adalah karma yang sering berulang-ulang kali dilakukan oleh seseorang melalui saluran badan jasmani, ucapan, dan pikiran, se-hingga tertimbun dalam wataknya. Contoh dari karma seperti ini adalah mereka yang hidup sebagai tukang jagal, nelayan, petani, olahragawan, penari, pencopet, sopir, dan sabagainya. Karma kebiasaan ini akan memberikan akibatnya terlebih dahulu apabila seseorang tidak me-lakukan garuka kamma.
Sdr/i, pembahsan jenis yang ketiga adalah yang disebut Asanna Kamma, yaiut karma yang dibuat oleh seseorang pada saat menjelang kematian, atau dapat pula berupa perbuatan-perbuatan yang dahulu pernah dilakukan semasa hidupnya (yaitu perbuatan melalui pikiran atau batin) yang ia ingat kembali dengan amat jelas pada saat ia berada di ambang pintu ke-matian. Namun, sesungguhnya karma macam ini amatlah ditentukan oleh sifat dari kebiasaan seseorang. Bila seseorang telah berbuat jahat untuk waktu yang lama, maka hanya sedikit se-kali kemungkinan baginya untuk mempunyai asanna kamma yang baik. Sebaliknya, seseo-rang yang telah terbiasa berbuat bajik semasa hidupnya, maka sedikit sekali kemungkinan-nya untuk memiliki asanna kamma yang jelek. Menurut agama Buddha, karma ini sangat menentukan jenis kelahiran mendatang dari orang yang sedang berada di ambang pintu kema tian, yaitu apakah ia akan dilahirkan kembali dalam alam sengsara atau dalam alam bahagia, tergantung pada karma ini.
Misalnya Sdr/i, suatu contoh yang sebenarnya jarang terjadi, seseorang yang biasa berbuat jahat dan pada saat kematiannya ia teringat akan beberapa perbuatan baiknya yang pernah ia lakukan; kemudian ia mati dengan pikiran yang berdiam pada ingatan akan perbu-atan baiknya itu, maka ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia karena kekuatan asanna kammanya itu. Namun, meskipun demikian, ia tidak dapat lama menikmatinya dan segera akan disusul dengan akibat-akibat buruk dari perbuatan-perbuatan jahatnya yang telah ia laku kan sepanjang masa hidupnya yang lampau. Berkenaan dengan hukum kamma macam ini, Sang Buddha telah mengumpamakan dengan sekumpulan sapi yang berada di sebuah kan-dang tertutup. Sapi yang berada di ambang pintu pasti yang akan keluar terlebih dahulu apa-bila pintunya dibuka betapapun tua dan lemahnya sapi itu. Namun, tidak lama kemudian, sa-pi-sapi yang kuat akan dapat segera menyusul dan meninggalkannya di belakang.
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, jenis keempat dari penggolongan kamma menurut bobotnya adalah yang disebut Kattata Kamma. Kattata kamma adalah suatu perbuatan yang dilakukan berdasarkan kehendak tertentu, dan perbuatan ini dilakukan hanya sekali saja atau beberapa kali namun bukan perbuatan yang dilakukan terus menerus seperti pada Bahula atau Acinna kamma. Dengan kata lain, semua perbuatan yang tidak termasuk klasifikasi Garuka kamma, Bahula atau Acinna kamma, serta Asanna kamma, adalah dikelompokkan dalam Kattata kamma ini.
Untuk jelasnya, misalnya ada seseorang yang memberikan dana makanan kepada orang lain, dan perbuatan ini dilakukannya hanya sekali atau dua kali sebulan dengan waktu yang tidak tetap. Begitu pula dengan orang lain yang melakukan perbuatan salah seperti membunuh, mencuri, berzinah, berdusta, dan perbuatan-perbuatan jahat lainnya yang dilaku-kan hanya sekali atau beberapa kali saja. Semua perbuatan positif atau negatif tersebut di atas ini dikelompokkan dalam Kattata kamma.
Sdr/i, Kattata kamma ini digolongkan sebagai karma yang paling lemah di antara se-mua karma yang lainnya dan akan memberikan akibatnya apabila karma lainnya tidak ada. Sebagai contoh mengenai Kattata kamma ini misalnya ada seorang petani yang melemparkan batu ke arah sekumpulan burung yang memakan padinya. Tujuannya hanyalah untuk meng-usir burung-burung itu, dan bukan untuk membunuh mereka. Namun, ternyata batu itu me-ngenai kepala seekor itik yang berada di sekitar tempat itu sehingga akibatnya itik tersebut mati. Dalam hal ini, karma petani itu digolongkan sebagai Kattata kamma. Dalam kasus-ka-sus semacam ini, karma tidak dapat dinilai semata-mata hanya berdasarkan atas ukuran aki-bat-akibatnya saja, tetapi motif atau kehendak yang berada di belakang perbuatan itu juga harus dipertimbangkan. Oleh sebab itu, Kattata kamma hanya memiliki kemampuan yang amat kecil bila dibandingkan dengan karma-karma lain dalam menghasilkan akibatnya.
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, demikianlah pembahasan dan perenungan Dham-ma kita pada hari ini yang berjudul ‘Karma Menurut Kekuatannya’. Dan, bagi Sdr/i yang masih belum jelas, dapat membahasnya kembali setelah selesainya kebaktian ini. Terima kasih!
Sabbe sattä bhavantu sukhitattä, semoga semua makhluk berbahagia!
Sädhu! Sädhu! Sädhu!
____________________

Dibacakan pada tanggal:
-
-
-
-
-

Tidak ada komentar: