Senin, 10 Maret 2008

BUMI DAN MANUSIA

KEJADIAN BUMI DAN MANUSIA

Namo Tassa Bhagavato Arahato Samma Sambuddhassa (3x).
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, setelah membaca Paritta dan bermeditasi, maka marilah sekarang kita bersama-sama mengadakan pembahasan dan perenungan Dhamma yang pada hari ini berjudul ‘Kejadian Bumi dan Manusia’. Sekali lagi, judul pembahasan dan pere-nungan Dhamma kita pada hari ini yaitu ‘Kejadian Bumi dan Manusia’.
Sdr/i seDhamma, setelah kita mempelajari dan mengetahui tentang alam semesta dan tatasurya, sekarang bagaimanakah menurut agama Buddha tentang terjadinya bumi dan manu-sia? Sdr/i, terjadinya bumi dan manusia menurut pandangan Buddhis merupakan konsep yang sangat unik dan menarik sekali untuk dipelajari. Mungkin sebagian besar dari umat Buddha belum mengetahui tentang ajaran dalam agama Buddha tentang kejadian bumi dan manusia yang pertama. Apakah Sang Buddha juga mengajarkan hal tersebut? Itulah kira-kira pertanya-an mereka dalam diri masing-masing. Semua itu dikarenakan kita tidak pernah mendengar atau bahkan tidak ada yang menceritakan kepada umat tentang terjadinya bumi dan manusia yang pertama. Hal itu disebabkan karena sangat sulit untuk menyampaikannya bagi si pence-rita dan sangat sulit bagi si pendengar untuk menerimanya. Mengapa? Sebab, kita sudah terbi-asa dengan hal-hal yang sangat mudah untuk diterima dan dicerna dalam otak/pikiran kita.
Sdr/i, kejadian bumi dan manusia menurut pandangan Buddhis adalah berlangsung da-lam proses yang lama sekali, yang sesuai dengan Dhammaniyama. Proses kejadian ini meru-pakan suatu proses evolusi namun bukan seperti teori evolusi dari Charles Darwin. Hal ini da-pat kita lihat pada uraian berikut nanti. Manusia yang mula-mula muncul di bumi ini adalah banyak. Kejadian bumi dan manusia yang muncul mula-mula di bumi ini, diuraikan oleh Sang Buddha dalam beberapa khotbah Beliau antara lain: Brahmajala Sutta, Patika Sutta, dan Aganna Sutta dari Digha Nikaya. Tetapi, pada kesempatan ini hanya uraian dalam Aganna Sutta yang akan dikutip yang merupakan keterangan Sang Buddha kepada Vasettha. Uraian tersebut adalah sebagai berikut:
“…………………………………………………………………………………………………….
Vasettha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah selang suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini hancur, dan bilamana hal ini terjadi, umumnya makhluk-makhluk terlahir kembali di Abhassara (alam cahaya), di sana mereka hidup dari cip-taan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam kemegahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Vasettha, terdapat juga suatu saat, cepat atau lambat, setelah selang suatu masa yang lama sekali, ketika dunia ini mulai terbentuk kembali, dan ketika hal ini terjadi, makhluk-makhluk yang mati di Abhassara (alam cahaya), biasanya terlahir kembali di sini sebagai manusia. Mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiur-an, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam keme-gahan. Mereka hidup secara demikian dalam masa yang lama sekali.
Pada waktu itu semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bu-lan yang tampak, tidak ada bintang-bintang atau konstelasi-konstelasi yang kelihat-an, siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun maupun musim-musim belum ada, laki-laki maupun perempuan belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk saja.
Vasettha, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama sekali bagi makhluk-makhluk tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-bentuk buih (busa) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikian-lah munculnya tanah itu. Tanah itu mempunyai warna, bau, dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tanah itu, sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tanah itu.
Kemudian Vasettha, di antara makhluk-makhluk yang memiliki pembawaan sifat sera-kah (lolajatiko) berkata:’O, Apakah ini?’ dan mencicipi sari tanah itu dengan jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, dan nafsu keinginan masuk da-lam dirinya. Dan makhluk-makhluk yang lain mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu dengan jari-jari mereka. Dengan mencicipinya, maka mereka diliputi oleh sari tanah itu, dan nafsu keinginan masuk ke dalam diri mereka. Maka makhluk-makhluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka. Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh makhluk-makhluk itu menjadi lenyap. Dengan lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak. Demikian pula dengan siang dan malam, bulan dan pertengahan bulan, musim-musim dan tahun-tahun pun terjadi. Demikianlah Vasettha, sejauh itu bumi terbentuk kembali.
Vasettha, selanjutnya, makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hi-dup dengannya, dan berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasar-kan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan ter-wujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang indah dan sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang buruk. Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah memandang rendah pada mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk, dengan berpikir:’Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita’. Sementara mereka bangga akan keindahan mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka sari tanah itu pun lenyap. Dengan lenyapnya sari tanah itu, mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya:’Sayang lezatnya! Sayang lezatnya!’ Demikian pula sekarang ini, apabila orang menikmati rasa enak, ia akan berkata:’Oh, lezatnya! Oh, lezatnya!’ sesungguhnya yang mereka ucapkan ini hanyalah mengikuti ucapan mereka masa lampau, tanpa mereka mengetahui makna dari kata-kata itu.
Kemudian Vasettha, ketika sari tanah lenyap bagi makhluk-makhluk itu, muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (bhumi pappatiko). Cara tumbuhnya adalah seperti tum-buhnya cendawan. Tumbuhan ini mempunyai warna, bau, dan rasa, seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warnanya tumbuhan itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu. Kemudian makhluk-makhluk itu mulai makan tumbuh-tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut. Mereka menikmati, men-dapatkan makanan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka berkembang menjadi lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk. Dan, karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah pada mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk dengan berpikir:’Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita’. Sementara mereka bangga akan keindahan diri mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itu pun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (badalata) muncul, dan cara tumbuhnya adalah seperti bambu. Tumbuhan ini memiliki warna, bau, dan rasa; sama seperti dadi susu atau mentega murni, demikianlah warna tumbuhan itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu.
Kemudian Vasettha, makhluk-makhluk itu mulai makan tumbuhan menjalar tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar ter-sebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat; dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas; sebagian nampak in-dah dan sebagian nampak buruk. Dan, karena keadaan ini, maka mereka yang memi-liki bentuk tubuh indah memandang rendah pada mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk dengan berpikir:’Kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripa-da kita’. Sementara mereka bangga akan keindahan diri mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itu pun lenyap. Dengan lenyapnya tumbuhan menjalar itu, mereka berkumpul bersama-sama dan meratapinya:’Kasihan-ilah kita, milik kita hilang!’ Demikian pula sekarang ini, bilamana orang-orang dita-nya apa yang menyusahkan mereka, maka mereka menjawab:’Kasihanilah kita! Apa yang kita miliki telah hilang!’ sesungguhnya yang mereka ucapkan itu hanyalah mengikuti ucapan pada masa lampau, tanpa mengetahui makna dari kata-kata itu.
Kemudian Vasettha, ketika tumbuhan menjalar lenyap bagi makhluk-makhluk itu, muncullah tumbuhan padi (sali) yang masak dalam alam terbuka (akattha pako), tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-bulir yang bersih. Bilamana pada sore hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan malam, maka keesokan paginya padi itu telah tumbuh dan masak kembali. Bilamana pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali; demikian terus menerus padi itu muncul.
Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbu-ka, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, dan perbeda-an bentuk tubuh mereka tampak lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-laki pun sangat memperhatikan tentang keadaan wanita. Karena mereka saling memperhatikan kea-daan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indera yang membakar tubuh mereka. Dan, sebagai akibat dari adanya nafsu indera tersebut, mereka mela-kukan hubungan kelamin (methuna).
……………………………………………………………………………………………………”.
Sdr/i, itulah tadi sebagian dari sabda Sang Buddha dalam Aganna Sutta yang mene-rangkan tentang kejadian bumi dan manusia pertama. Dari uraian tadi jelaslah bahwa menurut agama Buddha, bumi kita yang sekarang ini adalah bumi yang kesekian kalinya terjadi. Dan, pada saat bumi ini hancur, makhluk-makhluk yang ada di bumi ini pada umumnya terlahir kembali di alam brahma Abhassara atau alam cahaya. Dan, setelah dunia ini terbentuk kemba-li, makhluk-makhluk yang ada di alam brahma Abhassara yang mati, terlahir kembali di alam manusia. Mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya).
Pada waktu itu bumi kita terdiri dari air dan gelap gulita, belum ada matahari yang nampak, bulan juga belum nampak, siang dan malam juga belum ada. Belum mengenal tahun, belum mengenal musim, dan juga belum ada laki-laki dan wanita. Makhluk yang ada di bumi hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja. Setelah dalam waktu yang lama sekali sari ta-nah muncul dari dalam air, dan di antara makhluk-makhluk yang memiliki pembawaan sifat serakah (berarti jumlah makhluk lebih dari satu) tergiur oleh sari tanah tersebut dan mencicip-inya. Dan, sebagian makhluk yang lainnya ikut-ikutan menikmati sari tanah tadi. Dengan per-buatan mereka ini maka sari tanah masuk dalam diri mereka serta nafsu keinginan timbul da-lam diri mereka. Dan setelah kejadian itu cahaya pada tubuh mereka hilang/lenyap, dan de-ngan lenyapnya cahaya dari tubuh mereka maka matahari, bulan, dan bintang-bintang mulai nampak.
Setelah memakan waktu yang lama sekali, makhluk-makhluk tadi bentuk tubuh mere-ka menjadi padat dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Kemudian di bumi ini seca-ra bergantian, dalam waktu yang lama, muncul berbagai jenis tumbuhan yang semakin mema-datkan bentuk tubuh makhluk-makhluk dan perbedaan jenis makhluk-makhluk tersebut men-jadi lebih jelas lagi, sampai pada jenis kelamin mereka. Demikianlah kejadian bumi dan manusia menurut agama Buddha. Dan, dari uraian tadi, kita juga dapat mengetahui bahwa ke-merosotan moral sudah ada sejak manusia yang mula-mula muncul di bumi ini. Akibat moral buruk yang berkembang, maka pisik manusia pun berubah. Memang, secara alamiah perkem-bangan evolusi manusia dan bumi adalah biasa, namun hal tersebut berbeda bila dilihat dari aspek moral.
Sdr/i seDhamma yang berbahagia, demikianlah pembahasan dan perenungan Dhamma kita pada hari ini yang berjudul Kejadian Bumi dan Manusia. Semoga dengan diuraikannya penjelasan ini, maka kita semua menjadi mengerti dan menjadi lebih berbahagia. Dan, bila di antara Sdr/i ada yang ingin bertanya tentang makalah ini, maka kami persilakan untuk men-diskusikan bersama-sama setelah kebaktian ini selesai. Terima kasih!
Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk berbahagia!
Sadhu! Sadhu! Sadhu!

Dibacakan pada tanggal:
-
-
-
-

Tidak ada komentar: