Rabu, 09 April 2008

VANARINDA JATAKA

Diterjemahkan oleh Jimmy Chandra
Diedit oleh a.c. untuk pertama kali.

No. 57

VANARINDA-JATAKA

"Barangsiapa, Oh Raja Kera ..."Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika Beliau berdiam di Veluvana, tentang maksud Devadatta untuk membunuhnya. Mengetahui keinginan Devadatta untuk membunuhnya, Sang Guru berkata, "Ini bukan pertama kali, para bhikkhu bahwa Devadatta telah berusaha untuk membunuh saya, ia melakukan hal yang sama pada waktu yang lampau, tapi maksud jahatnya gagal." dan demikian katanya, Beliau menceritakan kisah masa lampau ini. Pada suatu waktu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Sang Bodhisatta terlahir sebagai seekor kera. Ketika dewasa, ia sebesar seekor anak kuda dan kuat luar biasa. Ia hidup sendiri di tepi sungai, di tengah sungai ada pulau, di sana tumbuh mangga dan sukun, dan pohon buah-buahan lainnya. Dan di tengah aliran air di separuh jarak antara pulau dan tepi sungai sebuah batu karang tunggal mencuat keluar dari dalam air. Kuat bagaikan seekor gajah, sang Bodhisatta biasa untuk meloncat dari tepi sungai ke atas batu karang ini dan dari sini ke pulau itu. Di sini ia makan buah-buahan yang tumbuh di pulau itu sampai kenyang, pada sore hari kembali lagi dengan cara sebagaimana ia datang. Dan beginilah penghidupannya sehari-hari.

Pada waktu itu di sungai itu hidup seekor buaya dan pasangannya yang sedang hamil, yang melihat sang Bodhisatta bepergian bolak balik, berangan-angan [279] untuk makan hati kera. Maka ia memohon suaminya untuk menangkap kera itu untuknya. Berjanji bahwa ia akan memenuhi angan-angannya, buaya itu pergi dan berdiam di atas batu itu, maksudnya untuk menangkap kera itu pada perjalanan pulang sore harinya. Setelah menjelajahi sekeliling pulau itu sepanjang hari, sang Bodhisatta pada sore harinya melihat ke arah batu itu dan merasa heran mengapa batu itu begitu tinggi keluar dari air. Menurut cerita, sang Bodhisatta selalu menandai tinggi yang pasti dari muka air sungai itu, dan dari batu ke dalam air. Ia memperkirakan bahwa seekor buaya mungkin sedang mengintai untuk menangkapnya. Dan dengan maksud untuk mendapatkan kenyataan dari kejadian ini, ia berteriak, yang ditujukan kepada batu itu, "Hey ! Batu !" Dan tidak ada jawaban kembali. Ia berteriak tiga kali, "Hey ! Batu !" dan karena batu itu diam saja, kera itu mengatakan, "Bagaimana ini, kawan batu, bahwa kamu tidak mau menjawab saya hari ini ?"

"Oh !" pikir buaya itu, "Kalau begitu batu ini mempunyai kebiasaan untuk menjawab kera itu. Saya harus menjawab untuk batu itu hari ini."Sehubungan dengan itu, ia menyahuti, "Ya, kera, ada apa ?". "Siapakah kamu ?" tanya Sang Bodhisatta. "Saya seekor buaya.". "Untuk apa kamu duduk di atas batu itu ?". "Untuk menangkap dan memakan hatimu.". Karena tidak ada jalan kembali yang lain, hanya satu yang harus di lakukan, yaitu mengakali buaya itu. Kemudian sang Bodhisatta berteriak, "Karena tidak ada pertolongan untuk itu kecuali saya menyerahkan diri saya padamu. Bukalah mulutmu dan tangkap saya ketika saya melompat."

Kita ketahui bahwa waktu buaya membuka mulut mereka mata mereka terhalang [1] . Kemudian, ketika buaya ini membuka mulutnya tanpa curiga, matanya terhalang. Dan di sana ia menunggu dengan mata terhalang dan rahang terbuka ! Melihat ini, kera yang banyak muslihatnya ini melakukan lompatan ke atas kepala buaya, dan dari sana dengan sebuah lompatan seperti kilat mencapai tepi sungai. Ketika kecerdikan perbuatan ini menjadi jelas bagi si buaya, ia berkata, "Kera, dalam dunia ini [280] memiliki empat kebajikan mengalahkan musuh-musuhnya. Dan kamu saya pikir, memiliki keempat-empatnya." Dan demikian katanya, ia mengulangi syair ini.

Barangsiapa, Oh raja kera, seperti kamu, digabung
Kebenaran, pandangan ke depan, keputusan pasti, dan keberanian,
akan melihat jalan musuhnya berbalik dan lenyap.

Dan dengan pujian ini pada sang Bodhisatta, buaya itu balik kembali ke tempatnya sendiri.

Berkata Sang Guru, "Ini bukanlah pertama kali, ia telah mencoba untuk membunuh saya, ia melakukan hal yang sama juga pada masa lalu." Dan, setelah mengakhiri pelajarannya, Sang Guru memperlihatkan hubungan dan menyatukan kelahiran dengan berkata, "Devadatta adalah buaya pada waktu itu, anak perempuan brahmana itu Cinca [2] adalah isteri buaya, dan saya sendiri raja kera."

[Catatan: Cf. No. 224 (Kumpulan jataka). Sebuah versi Tionghoa diberikan oleh Beal dalam 'Romantic legend' Hal. 231 dan sebuah versi Jepang dalam 'Fairy Tales from Japan' nya Grifffin]
[1] Pernyataan ini tidaklah sesuai dengan kenyataan dari sejarah alam.
[2] Jati dirinya di sini sebagai isteri buaya jahat sesuai dengan kenyataan bahwa Cinca, yang adalah seorang "Pertapa perempuan dari kecantikan yang langka," di suap oleh musuh-musuh Gotama untuk pura-pura hamil dan menuntut tanggung jawabnya sebagai ayah. Bagaimana penipuan ini di jalankan, di katakan dalam Dhammapada, hl. 338-340

Tidak ada komentar: