Rabu, 09 April 2008

DURAJANA JATAKA

Diterjemahkan oleh Jimmy Chandra

No. 64

DURAJANA-JATAKA

"Kamu pikir..."Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, mengenai seorang upasaka. Tradisi mengatakan bahwa di Savatthi tinggal seorang umat biasa, yang telah di kukuhkan dalam Tisarana dan Pancasila, seorang berbakti yang mencintai Buddha, Dhamma dan Sangha. Tetapi istrinya adalah seorang yang berdosa dan perempuan yang jahat. Pada hari-hari istri itu berbuat salah, dia patuh seperti seorang budak perempuan yang dibeli dengan seratus keping, sedangkan pada hari-hari dia tidak berbuat salah, dia berlaku seperti nyonyaku, menggairahkan dan lalim. Suaminya tidak bisa merubahnya. Suaminya sangat mengkawatirkannya sampai dia tidak bisa melayani Buddha.

Suatu hari dia pergi dengan wewangian dan bunga-bunga, dan telah mengambil tempat duduknya setelah memberi hormat, ketika Sang Guru berkata kepadanya:- "Mohon bagaimana datang, Saudara biasa, bahwa tujuh atau delapan hari telah berlalu tanpa kedatanganmu untuk melayani Buddha?" "Istri Saya, Tuan, hari seperti seorang budak perempuan yang dibeli seharga seratus keping, sementara itu hari yang lain mendapatkan dia sebagai seorang yang menggairahkan dan nyonya yang lalim. Saya tidak bisa merubahnya, dan itulah karena ia Saya kawatir sampai Saya tidak melayani Sang Buddha."

Sekarang, ketika beliau mendengar kata-kata ini, Sang guru berkata, "Kenapa, umat biasa, kamu telah diberitahukan oleh yang bijaksana pada waktu yang lalu bahwa adalah sukar untuk mengerti keadaan alam perempuan-perempuan." Dan beliau terus menambahkan, "Tetapi keberadaannya yang lebih dulu telah membingungkan pikirannya, jadi dia tidak mengingatnya." Dan demikian katanya, beliau menceritakan masa lampau itu.

Pada suatu waktu ketika Brahmadatta sedang memerintah di Benares, Sang Bodhisatta datang sebagai seorang Guru yang terkenal di Dunia, dengan lima ratus Brahmana muda belajar kepadanya. [300] Satu dari murid-muridnya ini seorang Brahmana muda dari Negeri Asing, yang jatuh cinta dengan seorang perempuan dan menjadikan ia sebagai istrinya. Meskipun dia terus tinggal di Benares, dia gagal dua atau tiga kali dalam kehadirannya kepada Sang Guru. Karena kamu harus ketahui, istrinya adalah seorang yang berdosa dan perempuan jahat, yang penurut sebagai seorang budak pada hari-hari bila dia berbuat salah, tapi pada hari-hari ketika ia tidak berbuat salah, memainkan seperti nyonyaku, menggairahkan dan kejam. Suaminya sama sekali tidak dapat merubahnya, sangat kawatir dan diganggu olehnya karena istrinyalah dia tidak bisa hadir untuk melayani Sang Guru, setelah tujuh atau delapan hari kemudian ia hadir kembali, dan ditanya oleh Sang Bodhisatta kenapa ia telah kelihatan begitu lama.

"Guru, istriku penyebabnya," berkata dia. Dan ia menceritakan Sang Bodhisatta bagaimana dia patuh suatu hari seperti seorang budak perempuan, dan kejam hari lainnya, bagaimana ia tidak bisa merubahnya, dan bagaimana ia telah kawatir dan diganggu oleh perasaan hatinya yang berganti-ganti yang membuatnya dia pergi.

"Tepat demikian, Brahmana muda," berkata Sang Bodhisatta, "Pada hari-hari ketika mereka berbuat salah, perempuan-perempuan merendahkan hati mereka didepan suami-suaminya dan menjadi penurut dan lembut sebagai seorang budak perempuan, tapi pada hari-hari ketika mereka tidak berbuat salah, kemudian mereka menjadi bersitegang leher dan mendurhakai tuannya, setelah kejadian-kejadian ini perempuan-perempuan adalah berdosa dan jahat, dan alam mereka sukar untuk diketahui. Tak ada perhatian yang akan dilakukan baik pada kesukaan atau ketidaksukaan mereka." Dan untuk memperbaiki moral murid-muridnya Sang Bodhisatta mengulangi pantun ini :-

Kamu pikir seorang perempuan mencintaimu?" jangan gembira.
Kamu pikir ia tidak mencintaimu? bersabarlah pada kesedihan.
Tidak diketahui, tak tentu bagai jalan
Dari ikan-ikan dalam air, perempuan membuktikannya.

[301] Seperti itu perintah Sang Bodhisatta kepada murid-muridnya, yang sejak itu tidak menaruh perhatian kepada tingkah istrinya. Dan perempuan itu, mendengar bahwa kelakukan buruknya telah didengar oleh Sang Bodhisatta, berhenti dari waktu itu seterusnya dari kenakalannya. Begitu juga istri umat biasa itu berkata pada dirinya sendiri, "Sang Buddha yang sempurna dengan sendirinya mengetahui, mereka mengatakannya pada Saya, dari pada kelakuan burukku," dan sejak itu dia tidak lagi melakukan dosa. Pelajarannya berakhir, Sang Guru mengkotbahkan kebenaran, pada penutupan di mana upasika memenangkan buah dari jalan pertama. Kemudian Sang Guru memperlihatkan hubungan dan menyatukan kelahiran dengan berkata. "Suami istri, ini adalah juga suami istri pada waktu lalu, dan Saya sendiri Guru sebagai Brahmana itu."

Tidak ada komentar: