Rabu, 09 April 2008

TAYODHAMMA JATAKA

Diterjemahkan oleh Jimmy Chandra
Diedit oleh a.c. untuk pertama kali.

No. 58

TAYODHAMMA-JATAKA

Barangsiapa seperti kamu ..."Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Veluvana (Hutan Bambu) juga atas pokok pembicaraan tentang maksud untuk membunuh.

Pada suatu waktu ketika Brahmadatta sedang memerintah di Benares, Devadatta terlahir lagi sebagai seekor kera, dan berdiam di dekat pegunungan Himalaya sebagai penguasa suku kera yang semuanya keturunannya sendiri. Di pengaruhi oleh ramalan buruk bahwa keturunan laki-lakinya yang menjadi dewasa akan menyingkirkannya dari kepimpinannya, ia biasa mengebiri [281] mereka dengan gigitannya. Sekarang sang Bodhisatta telah diperanakkan oleh kera yang sama ini, dan ibunya, dalam usaha menyelamatkan keturunannya, minggat ke hutan di kaki gunung, di mana pada waktu yang sesuai ia melahirkan sang Bodhisatta. Dan ketika ia sudah dewasa dan tiba pada tahun-tahun pengertian, ia di anugerahkan dengan kekuatan yang luar biasa.

"Di mana ayah saya ?", suatu hari ia bertanya kepada ibunya. "Ia bertempat di kaki gunung tertentu, anakku," ibunya menjawab, "Dan ia adalah raja dari suku kera.". "Bawalah saya untuk melihat ia, Ibu.". "Jangan begitu, anakku, karena ayahmu begitu takutnya digantikan oleh anak-anaknya maka ia mengebiri mereka semua dengan giginya.". "Tidak apa-apa, bawalah saya ke sana, ibu," kata Sang Bodhisatta. "Saya akan mengetahui apa yang akan di kerjakan.". Kemudian ibunya membawanya kepada kera tua. Pada saat ia melihat anaknya, kera tua itu merasa yakin bahwa sang Bodhisatta akan menjadi dewasa dan memecatnya. Ia memutuskan, dengan sebuah pelukan pura-pura untuk menghancurkan kehidupan Sang Bodhisatta, “Ah Anakku!” dia berteriak, “Kemana kamu sepanjang Waktu ini?” Dan, melakukan sebuah gerakan untuk memeluk Sang Bodhisatta, ia mendekapnya seperti sebuah catok.Tetapi sang Bodhisatta, yang sekuat seekor gajah, membalas pelukan itu dengan kuat sampai tulang rusuk ayahnya seolah-olah mau patah.

Kemudian kera tua itu berpikir, "Anak lelaki saya ini bila dewasa akan betul-betul membunuh saya.". Memikirkan bagaimana ia membunuh Sang Bodhisatta terlebih dahulu, ia terpikir tentang sebuah danau yang dekat, di mana tinggal seorang raksasa yang bisa memakannya. Demikianlah ia berkata kepada sang Bodhisatta, "Saya sudah tua sekarang, anakku, dan akan menyerahkan pimpinan suku kepadamu, hari ini kamu akan di jadikan raja. Di dalam sebuah danau yang dekat, tumbuh dua macam bunga lily air, tiga macam bunga teratai biru, dan lima macam bunga teratai putih. Pergilah dan petik beberapa untuk saya."

"Baik, ayah," jawab Sang Bodhisatta, dan ia berangkat pergi. Mendekati danau itu dengan hati-hati, ia mempelajari jejak kaki pada pinggirannya dan menandai bagaimana semuanya menuju ke dalam air, tapi tidak ada jejak yang kembali. Menyadari bahwa danau itu dihuni oleh seorang raksasa, ia menduga ayahnya tidak sanggup untuk membunuhnya sendiri, berharap ia dibunuh [282] oleh raksasa itu. "Tetapi saya akan mendapatkan bunga-bunga teratai itu," katanya, "tanpa sama sekali masuk ke dalam air." Maka ia pergi ke tempat yang kering, dan berlari melompat dari pinggir danau. Dalam lompatannya, ia berada di atas air, ia memetik dua bunga yang tumbuh di atas air, dan turun bersama bunga-bunga itu di tepi yang lain. Pada jalan kembalinya, ia memetik dua lagi dengan cara yang sama, sebagaimana dia melompat, dan dengan demikian membuat sebuah timbunan pada ke dua sisi dari danau itu. Tapi selalu menjaga di luar air tempat tinggal raksasa itu. Ketika ia telah mengumpulkan itu semua di atas pinggir danau, raksasa itu berteriak kagum, "Saya telah hidup lama di danau ini, tapi saya tidak pernah melihat walaupun seorang manusia begitu pintar ! Inilah kera yang telah memetik semua bunga-bunga yang ia kehendaki, namun tetap selamat di luar jangkauan kekuasaan saya."Dan memisahkan air terbelah, Raksasa itu ke luar dari danau menuju tempat sang Bodhisatta berdiri, dan mengarahkan ini kepadanya, "Oh raja kera, ia yang memiliki tiga persyaratan akan mengungguli lawan-lawannya, dan kamu, saya pikir mempunyai ketiga-tiganya." dan demikian katanya, ia mengulangi syair ini yang memuji Sang Bodhisatta:
Barang siapa seperti anda, Oh raja Kera, digabungkan
Ketangkasan dan keberanian dan akal.
Akan melihat jalan musuhnya berbalik dan lenyap.
Pujiannya berakhir, raksasa itu menanyakan sang Bodhisatta kenapa ia mengumpulkan bunga-bunga. "Ayahku bermaksud untuk menjadikan saya raja dari sukunya," kata Sang Bodhisatta, "dan itulah mengapa saya mengumpulkannya." "Tetapi seorang yang tak ada taranya seperti anda tidak harus membawa bunga-bunga," kata raksasa itu, "saya akan bawakan bunga-bunga itu untuk anda." dan demikian katanya, ia memetik bunga-bunga itu dan mengikuti di belakang Sang Bodhisatta.

Melihat kejadian ini dari kejauhan, ayah Sang Bodhisatta mengetahui rencana jahatnya telah gagal. "Saya kirimkan anak lelaki saya untuk mangsa raksasa, dan di sini ia kembali selamat dan sehat, bersama raksasa itu yang dengan rendah hati membawakan bunga-bunga itu untuknya ! Saya gagal !" teriak kera tua itu, dan hatinya merekah pecah [283] menjadi tujuh keping, dengan demikian ia mati di sana. Dan semua kera-kera yang lain berkumpul bersama dan memilih Sang Bodhisatta menjadi raja mereka.

Pelajaran berakhir, Sang Guru memperlihatkan hubungan dan menyatukan kelahiran dengan berkata, "Devadatta adalah raja dari kera-kera itu, dan saya anaknya."

Tidak ada komentar: